Rabu, 16 Januari 2019

Doa agar tidak gundah gulana (Galau,now)

Alhamdulillāh
Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi waman tabi’ahum bi ihsānin ilā yaumil qiyamah, Amma ba’du
Wajazākallāh  khairan katsiran atas pertanyaan dan do’a yang antum sampaikan,
Kita selalu memohon kepada Allah agar senantiasa mendapatkan taufiq dan petunjukNya.
Kaum muslimin wal muslimat yang semoga dirahmati Allāh subhānahu wa ta’āla, tidak ada petunjuk yang lebih baik dari pada petunjuk Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam. Dan sesuatu yang dibuat oleh manusia adalah rendah dan penuh kekurangan walaupun orang-orang menghias-hiasinya.
Doa yang ditanyakan tersebut belum pernah kami mendengarnya, mungkin itu dibuat-buat oleh seseorang. Dan sebaiknya kita memilih doa-doa yang diajarkan Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam karena kita percaya bahwa Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam lebih pandai, lebih tahu dari pada orang tersebut.

Berbagai doa yang dapat dibaca ketika galau, gundah gulana, dan sedih

Doa kesatu

Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan banyak doa. Seorang yang sedih bisa bahagia, seorang yang galau bisa tenang, seorang yang sedang terhimpit masalah bisa mendapat jalan keluar.
Beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا قَالَ عَبْدٌ قَطُّ إِذَا أَصَابَهُ هَمٌّ وَحَزَنٌ
Tidak ada seorang pun yang sedang dilanda kegundahan dan kesedihan, lalu mengucapkan doa ini;
اللهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ، وَابْنُ عَبْدِكَ، ابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِي بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي، وَنُورَ صَدْرِي، وَجِلَاءَ حُزْنِي، وَذَهَابَ هَمِّي
”Ya Allāh , sesungguhnya diri ini adalah hamba-Mu, anak dari hamba laki-laki Mu, dan anak dari hamba perempuan-Mu, Ubun-ubunku berada dalam genggaman-Mu, Hukum-Mu telah berjalan, dan keputusan-Mu merupakan keputusan yang adil, Aku memohon dengan seluruh nama-nama-Mu, yang engkau namai diri-Mu, atau nama yang engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau telah engkau ajarkan kepada seseorang dari hamba-Mu, atau nama yang masih engkau simpan disisi-Mu, jadikan Al-Qur’an sebagi penentram jiwaku, cahaya hatiku, pelenyap duka dan lara ku.”
إِلَّا أَذْهَبَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ هَمَّهُ، وَأَبْدَلَهُ مَكَانَ حُزْنِهِ فَرَحًا
Tidaklah seorang mengucapkan do’a tersebut, melainkan Allāh akan hilangkan kesedihannya, dan akan jadikan kebahagiaan untuknya

Doa kedua

Para sahabat berkata :
يَا رَسُولَ اللهِ يَنْبَغِي لَنَا أَنْ نَتَعَلَّمَ هَؤُلَاءِ الْكَلِمَاتِ
Wahai Rasūlullāh , seharusnya kita mempelajari dan menghafal doa tersebut
Beliau Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam menjawab :
أَجَلْ، يَنْبَغِي لِمَنْ سَمِعَهُنَّ أَنْ يَتَعَلَّمَهُنَّ
Betul sekali, hendaknya seorang yang mendengar do’a ini untuk mempelajarinya
[Hadits riwayat imam Ahmad No.4318 dan dishahihkan oleh syaikh Al-Albani dalam Takhrij Al-Kalam Ath-Thayyib No.124]
atau dengan membaca do’a yang sering beliau baca sebagaimana dalam [Shahih Al-Bukhari No.6363] :
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الهَمِّ وَالحَزَنِ، وَالعَجْزِ وَالكَسَلِ، وَالبُخْلِ، وَالجُبْنِ، وَضَلَعِ الدَّيْنِ، وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ
Ya Allāh aku berlindung kepada-Mu dari gundah gulana dan kesedihan, begitu juga dari kelemahan dan kemalasan, kekikiran, sifat penakut, lilitan hutang dan penindasan

Doa ketiga

Atau do’a Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam ketika ditimpa kesusahan yang sangat, sebagaimana dalam shahih Al-Bukhari No.6346 :
لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ العَظِيمُ الحَلِيمُ، لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ رَبُّ العَرْشِ العَظِيمِ، لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَرَبُّ الأَرْضِ، وَرَبُّ العَرْشِ الكَرِيمِ
Tidak ada Rabb yang berhak disembah selain Allāh , Yang Maha Agung, Maha Penyantun, Tiada Rabb yang berhak disembah selain Allāh , Penguasa ‘Arsy Yang Agung, Tiada Rabb yang berhak disembah selain Allāh , Rabb langit dan bumi serta Rabb ‘Arsy Yang Mulia.

Doa keempat

Atau do’a orang-orang yang sedang tertimpa berbagai masalah, gundah gulana, kesedihan, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dalam Sunannya No.5090 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahīmahullāhu dalam Shahih Adab Al-Mufrad No. 701 :
اللهُمَّ رحْمتَك أرجُو، فلا تكلْنِي إلى نَفْسي طرْفَةَ عَينٍ، وأصلحْ لي شأنيكُلَّهُ، لا إلهَ إلا أنتَ
Ya Allāh ya Rabbku, aku berharap Rahmat-Mu, janganlah Engkau serahkan urusanku kepada diriku sendiri, janganlah Engkau berpaling dari ku walaupun hanya sekejap mata, perbaikilah semua urusanku, tidak ada Rabb yang berhak disembah melainkan Engkau semata.

Doa kelima

Atau berdo’a dengan doa yang Nabi Yunus ‘alaihissalam panjatkan, Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِشَيْءٍ إِذَا نَزَلَ بِرَجُلٍ مِنْكُمْ كَرِبٌ، أَوْ بَلَاءٌ مِنْ بَلَايَا الدُّنْيَا دَعَا بِهِ يُفَرَّجُ عَنْهُ؟» فَقِيلَ لَهُ: بَلَى، فَقَالَ: ” دُعَاءُ ذِي النُّونِ: لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
Maukah kalian aku kabarkan kepada kalian tentang suatu do’a, yang jika seorang membacanya saat dia susah, sempit penuh kesusahan pasti akan Allāh berikan kepadanya jalan keluar ?
Para sahabat menjawab : tentu. Nabi bersabda : Do’a Nabi Yunus ‘alaihissalam
لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
Tidak ada illāh  yang berhak disembah melainkan Engkau, Maha Suci Engkau (ya Allāh ) sesungguhnya aku ini termasuk orang yang berbuat aniaya. 
[Diriwayatkan oleh Imam Al-Hakim No.1864 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah As-Shahihah No.1744]

Doa keenam

Atau do’a yang lainnya, yang Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam ajarkan :
ألا أعلِّمُكِ كلماتٍ تقولينَهُنَّ عندَ الكَربِ – أو في الكَربِ – اللهُ اللهُ ربي لا أشرِكُ به شيئاً
Maukah aku ajarkan kepada kalian do’a yang bisa kalian panjatkan ketika kesusahan menimpamu ? yaitu
اللهُ اللهُ ربي لا أشرِكُ به شيئاً
Allāh , Allāh rabbku, dan aku tidak menyekutukannya dengan apapun. 
[Hadits riwayat Abu Dawud No. 1525 dan dishahihkan oleh syaikh Al-Albani]
Silahkan dipilih manakah yang lebih cocok dan lebih mudah bagi anda, dan tidak perlu memakai dzikir yang dibuat-buat oleh orang lain.
Wallāhu a’lam
Wabillahittaufiq.

Senin, 14 Januari 2019

Sihir dalam islam

Dunia sihir dan perdukunan telah tersebar di tengah-tengah masyarakat, mulai dari masyarakat desa hingga menjamah ke daerah kota. Mulai dari sihir peletsantet, dan “aji-aji” lainnya. Berbagai komentar dan cara pandang pun mulai bermunculan terkait masalah tukang sihir dan ‘antek-antek’-nya. Sebagai seorang muslim, tidaklah kita memandang sesuatu melainkan dengan kaca mata syariat, terlebih dalam perkara-perkara ghaib, seperti sihir dan yang semisalnya. Marilah kita melihat bagaimanakah syariat Islam yang mulia ini memandang dunia sihir dan ‘antek-antek’-nya.
Makna Sihir
Sihir dalam bahasa Arab tersusun dari huruf ر, ح, س (siin, kha, dan ra), yang secara bahasa bermakna segala sesuatu yang sebabnya nampak samar.[1] Oleh karenanya kita mengenal istilah ‘waktu sahur’ yang memiliki akar kata yang sama, yaitu siin, kha dan ra, yang artinya waktu ketika segala sesuatu nampak samar dan “remang-remang”.[2]
Seorang pakar bahasa, Al Azhari mengatakan, “Akar kata sihir maknanya adalah memalingkan sesuatu dari hakikatnya. Maka ketika ada seorang menampakkan keburukan dengan tampilan kebaikan dan menampilkan sesuatu dalam tampilan yang tidak senyatanya maka dikatakan dia telah menyihir sesuatu”.[3]
Para ulama memiliki pendapat yang beraneka ragam dalam memaknai kata ‘sihir’ secara istilah. Sebagian ulama mengatakan bahwa sihir adalah benar-benar terjadi ‘riil’, dan memiliki hakikat. Artinya, sihir memiliki pengaruh yang benar-benar terjadi dan dirasakan oleh orang yang terkena sihir. Ibnul Qudamah rahimahullah mengatakanSihir adalah jampi atau mantra yang memberikan pengaruh baik secara zhohir maupun batin, semisal membuat orang lain menjadi sakit, atau bahkan membunuhnya, memisahkan pasangan suami istri, atau membuat istri orang lain mencintai dirinya (pelet-pent)”.[4]
Namun ada ulama lain yang menjelaskan bahwa sihir hanyalah pengelabuan dan tipuan mata semata, tanpa ada hakikatnya. Sebagaimana dikatakan oleh Abu Bakr Ar Rozi, “(Sihir) adalah segala sesuatu yang sebabnya samar dan bersifat mengalabui, tanpa adanya hakikat, dan terjadi sebagaimana muslihat dan tipu daya semata.”[5]
Sebenarnya Adakah Sihir Itu?
Sebagaimana yang disinggung di depan, bahwa terdapat persilangan pendapat tentang kebenaran hakikat sihir. ‘Apakah sihir hakiki?’, ‘Apakah orang yang terkena sihir, benar-benar merasakan pengaruhnya?’, ‘Atau kah sihir hanya sebatas tipuan mata dan tipu muslihat semata?’
Abu Abdillah Ar Rozi rahimahullah dalam tafsirnya menjelaskan “Kelompok Mu’tazilah (kelompok sesat-pent) mengingkari adanya sihir dalam aqidah mereka. Bahkan mereka tidak segan-segan mengkafirkan orang yang meyakini kebenaran sihir. Adapun ahli sunnah wal jama’ah, meyakini bahwa mungkin saja ada orang yang bisa terbang di angkasa, bisa merubah manusia menjadi keledai, atau sebaliknya. Akan tetapi meskipun demikian ahli sunnah meyakini bahwa segala kejadian tersebut atas izin dan taqdir dari Allah ta’ala”. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan mereka itu (para tukang sihir) tidak akan memberikan bahaya kepada seorang pun melainkan dengan izin dari Allah” (QS. Al Baqarah : 102)
Al Qurthubi rahimahullahu mengatakan, “Menurut ahli sunnah wal jama’ah, sihir  itu memang ada dan memiliki hakikat, dan Allah Maha Menciptakan segala sesuatu sesuai kehendak-Nya, keyakinan yang demikian ini berbeda dengan keyakinan kelompok Mu’tazilah.”[6]
Inilah keyakinan yang benar, insya Allah. Banyak sekali kejadian, baik di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau pun masa-masa setelahnya yang menunjukkan secara kasat mata bahwa sihir memiliki hakikat dan pengaruh. Bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah disihir oleh Lubaid bin Al A’shom Al Yahudi hingga beliau jatuh sakit? Kemudian karenanya Allah ta’ala menurunkan surat al Falaq dan surat An Naas (al mu’awidaztain) sebagai obat bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.[7] Hal ini sangat jelas menunjukkan bahwa sihir memiliki hakikat dan pengaruh terhadap orang yang terkena sihir.
Namun tidaklah dipungkiri, bahwa ada jenis-jenis sihir yang tidak memiliki hakikat, yaitu sihir yang hanya sebatas pengelabuan mata, tipu muslihat, “sulapan”, dan yang lainnya. Jenis-jenis sihir yang demikian inilah yang dimaksudkan oleh perkataan beberapa ulama yang mengatakan bahwa sihir tidaklah memiliki hakikat, Allahu A’laam.[8]
Hukum “Main-Main” dengan Sihir
Sihir termasuk dosa besar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jauhilah dari kalian tujuh perkara yang membinasakan! Para shahabat bertanya, Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Apakah tujuh perkara tersebut? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, [1]menyekutukan Allah, [2]sihir, [3]membunuh seorang yang Allah haramkan untuk dibunuh, kecuali dengan alasan yang dibenarkan syariat, [4]mengkonsumsi riba, [5]memakan harta anak yatim, [6]kabur ketika di medan perang, dan [7]menuduh perempuan baik-baik dengan tuduhan zina” (HR. Bukhari dan Muslim, dari shahabat Abu Hurairah)
Kafirkah Tukang Sihir?
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan Nabi Sulaiman tidaklah kafir, akan tetapi para syaitan lah yang kafir, mereka mengajarkan sihir kepada manusia” (Al Baqarah : 102)
Imam Adz Dzahabi rahimahullah berdalil dengan ayat di atas untuk menegaskan bahwa orang yang mempraktekkan ilmu sihir, maka dia telah kafir. Karena tidaklah para syaitan mengajarkan sihir kepada manusia melainkan dengan tujuan agar manusia menyekutukan Allah ta’ala.[9]
Syaikh As Sa’diy rahimahullah menjelaskan bahwa ilmu sihir dapat dikategorikan sebagai kesyirikan dari dua sisi.
[Pertama] orang yang mempraktekkan ilmu sihir adalah orang yang meminta bantuan kepada para syaitan dari kalangan jin untuk melancarkan aksinya, dan betapa banyak orang yang terikat kontrak perjanjian dengan para syaitan tersebut akhirnya menyandarkan hati kepada mereka, mencintai mereka, ber-taqarrub kepada mereka, atau bahkan sampai rela memenuhi keinginan-keinginan mereka.
[Keduaorang yang mempelajari dan mempraktekkan ilmu sihir adalah orang yang mengaku-ngaku mengetahui perkara ghaib. Dia telah berbuat kesyirikan kepada Allah dalam pengakuannya tersebut (syirik dalam rububiyah Allah), karena tidak ada yang mengetahui perkara ghaib melainkan hanya Allah ta’ala semata.[10]
Syaikh Ibnu ’Utsaimin rahimahullah merinci bahwa orang yang mempraktekkan sihir, bisa jadi orang tersebut kafir, keluar dari Islam, dan bisa jadi orang tersebut tidak kafir meskipun dengan perbuatannya tersebut dia telah melakukan dosa besar.
[PertamaTukang sihir yang mempraktekkan sihir dengan memperkerjakan tentara-tentara syaitan, yang pada akhirnya orang tersebut bergantung kepada syaitan, ber-taqarrub kepada mereka atau bahkan sampai menyembah mereka. Maka yang demikian tidak diragukan tentang kafirnya perbuatan semacam ini.
[Kedua] Adapun orang yang mempraktekkan sihir tanpa bantuan syaitan, melainkan dengan obat-obatan berupa tanaman ataupun zat kimia, maka sihir yang semacam ini tidak dikategorikan sebagai kekafiran.[11]
Hukuman Bagi Tukang Sihir
Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah suatu ketika, di akhir kekhalifahan beliau, mengirimkan surat kepada para gubernur, sebagaimana yang dikatakan oleh Bajalah bin ‘Abadah radhiyallahu ‘anhu, “Umar bin Khattab menulis surat (yang berbunyi): ‘Hendaklah kalian (para pemerintah gubernur) membunuh para tukang sihir, baik laki-laki ataupun perempuan’”.[12]
Dalam kisah Umar radhiyallahu ‘anhu di atas memberikan pelajaran bagi kita, bahwa hukuman bagi tukang sihir dan ‘antek-antek’-nya adalah hukuman mati. Terlebih lagi terdapat sebuah riwayat, meskipun riwayat tersebut diperselisihkan oleh para ulama tentang status ke-shahihan-nya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hukuman bagi tukang sihir adalah dipenggal dengan pedang”[13]
Dalam kisah Umar di atas pun juga memberikan pelajaran penting bagi kita, bahwa menjadi kewajiban pemerintah tatkala melihat benih-benih kekufuran, hendaklah pemerintah menjadi barisan nomor satu dalam memerangi kekufuran tersebut dan memperingatkan masyarakat tentang bahayanya kekufuran tersebut, sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Allahu A’laam.
Bolehkah Mengobati Sihir dengan Sihir?[14]
Inilah yang mungkin menjadi kerancuan di benak masyarakat, yang kemudian kerancuan ini menjadikan mereka membolehkan belajar sihir, karena alasan “keadaan darurat”. Terlebih lagi tatkala sihir yang digunakan untuk mengobati sihir terkadang terbukti manjur dan mujarab. Bukankah segala sesuatu yang haram pada saat keadaan darurat, akan menjadi mubah? Bukankah ketika di tengah hutan, tidak ada bahan makan, bangkai pun menjadi boleh kita makan?
Saudaraku, memang syariat membolehkan perkara yang haram tatkala keadaan darurat, sampai-sampai para ulama membuat sebuah kaidah fiqhiyah, “Keadaan yang darurat dapat merubah hukum larangan menjadi mubah”
Namun kita pelu cermati bahwa para ulama pun juga memberikan catatan kaki terhadap kaidah yang agung ini. Terdapat sedikitnya dua syarat yang harus dipenuhi untuk mengamalkan kaidah ini.
[Pertama] Tidak ada obat lain yang dapat menyembuhkan sihir, selain dengan sihir yang semisal. Pada kenyataannya tidaklah terpenuhi syarat pertama ini. Syariat telah memberikan obat dan jalan keluar yang lebih syar’i untuk menangkal dan mengobati gangguan sihir. Bukankah syari’at telah menjadikan Al Quran sebagai obat, lah ada dan teruqyah-ruqyah syar’i yang telah diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[Kedua] Sihir yang digunakan harus terbukti secara pasti dapat menyembuhkan dan menghilangkan sihir. Dan setiap dari kita tidaklah ada yang dapat memastikan hal ini, karena semua hal tersebut adalah perkara yang ghaib. [15]
Maka dengan ini jelaslah bahwa mempelajari sihir, apapun alasannya adalah terlarang, bahkan diancam dengan kekufuran, Allah ta’ala telah tegaskan di dalam firmannya (yang artinya), ”Dan tukang sihir itu tidaklah menang, dari mana pun datangnya.” (QS. Ath Thaahaa: 69). Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi rahimahullah berkata dalam tafsirnya, “Ayat ini mencakup umum, segala macam kemenangan dan keberuntungan akan ditiadakan dari para tukang sihir, terlebih lagi Allah tekankan dengan firman-Nya, ‘dari mana pun datangnya’. Dan secara umum, tidaklah Allah meniadakan kemenangan dari seseorang, melainkan dari orang kafir.”[16]
Washallallahu ‘ala Nabiyina Muhammad wa ‘ala Aalihi wa Ashahabihi wa sallam.


[1] Lihat Lisanul ‘Arab, Ibnul Mandzur, Asy Syamilah
[2] Al Qoulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, Cet. Dar Ibnul Jauzy, jilid 1, hal. 489.
[3] Dikutip dari Haqiqatus Sihri wa Hukmuhu fil Kitabi was Sunnah, Syaikh Dr. ‘Iwaad bin Abdillah Al Mu’tiq
[4] Al Kaafi fi Fiqh Al Imam Ahmad, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, Asy Syamilah
[5] Dikutip dari Haqiqatus Sihri wa Hukmuhu fil Kitabi was Sunnah, Syaikh Dr. ‘Iwaad bin Abdillah Al Mu’tiq
[6] Dikutip dari Tafsir Ibnu Tafsir, Asy Syamilah
[7] Tafsir Ibnu Katsir, Asy Syamilah
[8] Lihat Haqiqatus Sihri wa Hukmuhu fil Kitabi was Sunnah, Syaikh Dr. ‘Iwaad bin Abdillah Al Mu’tiq
[9] Syarah Al Kabaair Lil Imam Adz Dzahabi, Ibnu ‘Utsaimin, Cet. Dar Al Kutub ‘Ilmiyah, hal. 20
[10] Al Qoulu As Sadiid, Syaikh Abdurrahman As Sa’diy, Cet. Dar Al Qobsi, hal. 182
[11] Al Qoulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, Cet. Dar Ibnul Jauzy, Jilid 1, hal. 490
[12] Hadits dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shohih.
[13] Hadits diriwayatkan oleh Tirmidzi, Hakim, dan lain-lain. Adz Dzahabi mengatakan bahwa hadits ini shahih ghorib sebagaimana ta’liq Adz Dzahabi dalam At Talkhish. Sedangkan Syaikh Al Albani menyatakan bahwa hadits ini dho’if (lemah) sebagaimana disebutkan dalam Dho’iful Jaami’ no. 2699. (ed)
[14] Penjelasan tentang sub judul ini kami ringkaskan dari penjelasan Syaikh Abdul Aziiz bin Muhammad As Sa’iid, dalam artikel beliau berjudul “Hukmu Hilli Sihri ‘anil Mashuuri bi Sihri Mitslihi”, lihat  http://www.al-sunna.net/articles/file.php?id=112
[15] Lihat penjelasan tentang syarat kaidah ini dalam Mandzumah Ushul Fiqh, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, hal. 77
[16] Lihat Ad waa’ul Bayan, Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi, Asy Syamilah


Nusyroh ( Mengobati sihir dengan sihir)

Adapun datang kepada dukun dengan tujuan supaya mencarikan buhul (ikatan) tersebut maka tetap tidak diperbolehkan. Karena dukun tersebut tidak mungkin mendapatkannya kecuali dengan bantuan jin pula. Dan jin tidak akan mau membantu manusia kecuali setelah manusia itu mau kufur kepada Allah. Allah ta’ala berfirman , mengabarkan ucapan para jin:
(وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْأِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقاً) (الجـن:6)
Artinya: Dan bahwasannya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (Qs. 72:6)
Dan di dalam hadist barangsiapa yang mendatangi dukun kemudian membenarkan apa yang dia katakan, maka dia telah mengingkari apa yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana sabda Rasulullallah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Artinya: “Barangsiapa yang mendatangi seorang dukun atau tukang ramal , kemudian membenarkan apa yang dia katakan , maka dia telah mengingkari apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR . Ahmad , dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albany di dalam Shahih Al-jami’ no: 5939)
Perlu antum ketahui akhi, bahwa sebagian kyai – yang kita anggap berpegang teguh dengan agama – namun amalan yang dilakukan sama dengan amalan-amalan para dukun. Jadi yang kita lihat bukan namanya akan tetapi hakikatnya, karena racun tetap berbahaya meskipun kita namakan susu.
Jangan tertipu dengan sebagian mereka yang berusaha menutupi mantra-mantra syetan mereka dengan bacaan Al-Quran atau dengan lafadz-lafadz bahasa arab. Karena ini adalah cara mereka untuk menipu konsumen .
Nasehat saya berusahalah mencari buhul ( ikatan ) tersebut di tempat-tempat yang diperkirakan digunakan untuk menyimpannya seperti di atas lemari atau di bawah kasur , atau di pohon sekitar rumah dll , dan memohonlah kepada Allah supaya dipermudah mendapatkan tempat buhulnya. Sambil terus membacakan ruqyah yang syar’iyyah. Dan bertakwalah kepada Allah, seringlah memohon ampun kepadaNya, karena Allah menjanjikan jalan keluar bagi orang-orang yang bertakwa, Allah berfirman:
(وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجاً) (الطلاق: من الآية2)
Artinya: “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar.” (Qs. 65:2)
(وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْراً) (الطلاق: من الآية4)
Artinya: “Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (Qs. 65:4)
Jika ditemukan buhul tersebut alhamdulillah, kalau belum maka jangan putus asa, terus dibacakan ruqyah syar’iyyah entah secara langsung atau dengan kaset .
Seandainya Allah menakdirkan kesembuhan maka ini merupakan rahmat dan anugerah Allah, kalau tidak maka itu sudah Allah kehendaki dengan hikmah yang Allah ketahui. Kewajiban kita hanya berusaha, sementara hasilnya hanya di tangan Allah.
Dan musibah yang menimpa seorang mukmin kalau dia bersabar maka akan menjadi penebus dosa atau pengangkat derajatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ وَصَبٍ وَلَا نَصَبٍ وَلَا سَقَمٍ وَلَا حَزَنٍ حَتَّى الْهَمِّ يُهَمُّهُ إِلَّا كُفِّرَ بِهِ مِنْ سَيِّئَاتِهِ
Artinya: “Tidaklah menimpa seorang mu’min sakit yang berkelanjutan, kelelahan, penyakit, dan kesedihan sampai rasa resah gelisahnya kecuali Allah akan menghapuskan dengannya sebagian kejelekkan-kejelekkannya.” (HR. Al-Bukhary Muslim)
Lebih baik kita bersabar sebentar untuk mendapatkan kebahagian yang kekal, dari pada bahagia sebentar namun harus mengorbankan aqidah kita.
Kita berdoa kepada Allah dengan nama-namaNya yang paling baik dan sifat-sifatNya yang paling tinggi, untuk menyembuhkan saudara-saudara kita yang sakit. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Mengabulkan doa.


Minggu, 13 Januari 2019

Kesabara Syaikh abdul qodir jailani

Allah memuji orang-orang yang sabar dan menyanjung mereka. Firman-Nya.
وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
“Dan, orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan, mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”. [Al-Baqarah : 177]
Engkau juga akan tahu bahwa orang yang sabar adalah orang-orang yang dicintai Allah, sebagaimana firman-Nya.
وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
“Dan, Allah mencintai orang-orang yang sabar”. [Ali Imran : 146]
Engkau juga akan mendapatkan bahwa Allah memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan balasan yang lebih baik daripada amalnya dan melipat gandakannya tanpa terhitung. Firman-Nya.
وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُوا أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Dan, sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan”. [An-Nahl : 96]
نَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas”. [Az-Zumar : 10]
Marilah kita sedikit melihat seperti apa kesabaran para ulama' dalam hal ini kita akan membahas kesabaran seorang ulama' besar yaitu AS syaikh abdul qodir Jailani

Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah berkata dalam kitabnya Dzailu Thabaqatil Hanabilah,I:298, tentang  biografi Imam Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani rahimahullah (wafat tahun 561 H.), “Syaikh Abdul Qadir berkata, “Aku memunguti selada, sisa-sisa sayuran dan daun carob dari tepi kali dan sungai. Kesulitan yang menimpaku karena melambungnya harga yang terjadi di Baghdad membuatku tidak makan selama berhari-hari. Aku hanya bisa memunguti sisa-sisa makanan yang terbuang untukku makan.

Suatu hari, karena saking laparnya, aku pergi ke sungai dengan harapan mendapatkan daun carob, sayuran, atau selainnya yang bisa ku makan. Tidaklah aku mendatangi suatu tempat melainkan ada orang lain yang telah mendahuluinya. Ketika aku mendapatkannya,maka aku melihat orang-orang miskin itu memperebutkannya. Maka, aku pun membiarkannya, karena mereka lebih membutuhkan.
Aku pulang dan berjalan di tengah kota. Tidaklah aku melihat sisa makanan yang terbuang, melainkan ada yang mendahuluiku mengambilnya. Hingga, aku tiba di Masjid Yasin di pasar minyak wangi di Baghdad. Aku benar-benar kelelahan dan tidak mampu menahan tubuhku. Aku masuk masjid dan duduk di salah satu sudut masjid. Hampir saja aku menemui kematian. Tib-tiba ada seorang pemida non Arab masuk ke masjid. Ia membawa roti dan daging panggang. Ia duduk untuk makan. Setiap kali ia mengangkat tangannya untuk menyuapkan makanan ke mulutnya, maka mulutku ikut terbuka, karena aku benar-benar lapar. Sampai-sampai, aku mengingkari hal itu atas diriku. Aku bergumam, “Apa ini?” aku kembali bergumam, “Disini hanya ada Allah atau kematian yang telah Dia tetapkan.”
Tiba-tiba pemuda itu menoleh kepadaku, seraya berkata, “Bismillah, makanlah wahai saudaraku.” Aku menolak. Ia bersumpah untuk memberikannya kepadaku. Namun, jiwaku segera berbisik untuk tidak menurutinya. Pemuda itu bersumpah lagi. Akhirnya, akupun mengiyakannya. Aku makan dengantidak nyaman. Ia mulai bertanya kepadaku, “Apa pekerjaanmu? Dari mana kamu berasal? Apa julukanmu?” Aku menjawab, “Aku orang yang tengah mempelajari fiqih yang berasal dari Jailan bernama Abdul Qadir. Ia dikenal sebagai cucu Abdillah Ash-Shauma ‘I Az-Zahid?” Aku berkata, “Akulah orangnya.”
Pemuda itu gemetar dan wajahnya sontak berubah. Ia berkata, “Demi Allah, aku tiba di Baghdad, sedangkan aku hanya membawa nafkah yang tersisa milikku. Aku bertanya tentang dirimu, tetapi tidak ada yang menunjukkanku kepadamu. Bekalku habis. Selama tiga hari ini aku tidak mempunyai uang untuk makan, selain uang milikmu yang ada padaku. Bangkai telah halal bagiku (karena darurat). Maka, aku mengambil barang titipanmu, berupa roti dan daging panggang ini. Sekarang, makanlah dengan tenang. Karena, ia adalah milikmu. Aku sekarang adalah tamumu, yang sebelumnya kamu adalah tamuku.”
Aku berkata kepadanya, “Bagaimana ceritanya?” Ia menjawab, “Ibumu telah menitipkan kepadaku uang 8 dinar untukmu. Aku menggunakannya karena terpaksa. Aku meminta maaf kepadamu.” Aku menenangkan dan menenteramkan hatinya. Aku memberikan sisa makanan dan sedikit uang sebagai bekal. Ia menerima dan pergi.”
Sumber: Dahsyatnya Kesabaran Para Ulama, Syaikh Abdul Fatah,  Zam-Zam Mata Air Ilmu
Judul asli: Shafahat min Shabril ‘Ulama’, Syaikh Abdul Fatah, Maktab Al-Mathbu’at Al-Islamiyyah


Read more https://kisahmuslim.com/1355-abdul-qadir-jaelani.html

Sabtu, 12 Januari 2019

Keutamaan utsman bin affan


K


“Orang yang paling penyayang di antara umatku adalah Abu Bakar, yang paling tegas dalam menegakkan agama Allah adalah Umar, yang paling pemalu adalah Utsman, yang paling mengetahui tentang halal dan haram adalah Muadz bin Jabal, yang paling hafal tentang Alquran adalah Ubay (bin Ka’ab), dan yang paling mengetahui ilmu waris adalah Zaid bin Tsabit. Setiap umat mempunyai seorang yang terpercaya, dan orang yang terpercaya di kalangan umatku adalah Abu Ubaidah bin al-Jarrah.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya 3:184)
———————————————————————————–
Utsman bin Affan, khalifah rasyid yang ketiga. Ia dianggap sosok paling kontroversial dibanding tiga khalifah rasyid yang lain. Mengapa dianggap kontroversial? Karena ia dituduh seorang yang nepotisme, mengedepankan nasab dalam politiknya bukan kapasitas dan kapabilitas. Tentu saja hal itu tuduhan yang keji terhadap dzu nurain, pemiliki dua cahaya, orang yang dinikahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan dua orang putrinya.
Pada kesempatan kali ini penulis tidak sedang menanggapi tuduhan-tuduhan terhadap beliau. Penulis akan memaparkan keutamaan-keutamaan beliau yang bersumber dari ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tujuannya agar kita berhati-hati dan mawas diri ketika mendengar hal-hal negatif tentang Utsman, kita lebih bisa mengontrol lisan kita dan berprasangka baik di hati kita.
Nasab dan Sifat Fisikinya
Beliau adalah Utsman bin Affan bin Abi al-Ash bin Umayyah bin Abdu asy-Syam bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luwai bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’addu bin Adnan (ath-Thabaqat al-Kubra, 3: 53).
Amirul mukminin, dzu nurain, telah berhijrah dua kali, dan suami dari dua orang putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibunya bernama Arwa binti Kuraiz bin Rabiah bin Hubaib bin Abdu asy-Syams dan neneknya bernama Ummu Hakim, Bidha binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah. Dari sisi nasab, orang Quraisy satu ini memiliki kekerabatan yang sangat dekat dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selain sebagai keponakan Rasulullah, Utsman juga menjadi menantu Rasulullah dengan menikahi dua orang putri beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan keutamaan ini saja, sulit bagi seseorang untuk mencelanya, kecuali bagi mereka yang memiliki kedengkian di hatinya. Seorang tokoh di masyarakat kita saja akan mencarikan orang yang terbaik menjadi suami anaknya, apalagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentulah beliau akan memilih orang yang terbaik untuk menjadi suami putrinya.
Utsman bin Affan termasuk di antara sepuluh orang sahabat yang dijamin masuk surga, beliau juga menjadi enam orang anggota syura, dan salah seorang khalifah al-mahdiyin, yang diperintahkan untuk mengikuti sunahnya.
Utsman adalah seorang yang rupawan, lembut, mempunyai janggut yang lebat, berperawakan sedang, mempunyai tulang persendirian yang besar, berbahu bidang, rambutnya lebat, dan bentuk mulutnya bagus.
Az-Zuhri mengatakan, “Beliau berwajah rupawan, bentuk mulut bagus, berbahu bidang, berdahi lebar, dan mempunyai telapak kaki yang lebar.”
Amirul mukminin Utsman bin Affan terkenal dengan akhlaknya yang mulia, sangat pemalu, dermawan, dan terhormat. Terlalu panjang untuk mengisahkan kedermawanan beliau pada kesempatan yang sempit ini. Untuk kehidupan akhirat, menolong orang lain, dan berderma seolah-olah hartanya seringan buah-buah kapuk yang terpecah lalu kapuknya terhembus angin yang kencang.
– Penduduk Surga Yang Hidup di Bumi
Dari Abu Musa al-Asy’ari bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke sebuah kebun dan memerintahkanku untuk menjaga pintu kebun tersebut. Kemudian datang seorang lelaki untuk masuk, beliau bersabda, “Izinkan dia masuk, kemudian beritakan kepadanya bahwa ia masuk surga.” Ternyata laki-laki tersebut adalah Abu Bakar. Setelah itu datang laki-laki lain meminta diizinkan masuk, beliau bersabda, “Izinkan dia masuk, kemudian beritakan kepadanya bahwa ia masuk surga.” Ternyata lelaki itu adalah Umar bin al-Khattab. Lalu datang lagi seorang lelaki meminta diizinkan masuk, beliau terdiam sejenak lalu bersabda, “Izinkan ia masuk, kemudian beritakan kepadanya bahwa ia masuk surga disertai dengan cobaan yang menimpanya.” Ternyata lelaki tersebut adalah Utsman bin Affan.
– Kedudukan Utsman Dibanding Umat Islam Lainnya
Muadz bin Jabal radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya aku melihat bahwa aku di letakkan di sebuah daun timbangan dan umatku diletakkan di sisi daun timbangan lainnya, ternyata aku lebih berat dari mereka. Kemudian diletakkan Abu Bakar di satu daun timbangan dan umatku diletakkan di sisi yang lainnya, ternyata Abu Bakar lebih berat dari umatku. Setelah itu diletakkan Umar di sebuah daun timbangan dan umatku diletakkan di sisi yang lainnya, ternyata dia lebih berat dari mereka. Lalu diletakkan Utsman di sebuah daun timbangan dan umatku diletakkan di sisi lainnya, ternyata dia lebih berat dari mereka.” (al-Ma’rifatu wa at-Tarikh, 3: 357).
Hadis yang serupa juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari jalur Umar bin al-Khattab.
Hadis ini menunjukkan kedudukan Abu Bakar, Umar, dan Utsman dibandingkan seluruh umat Nabi Muhammad yang lain. Seandainya orang-orang terbaik dari umat ini dikumpulkan, lalu ditimbang dengan salah seorang dari tiga orang sahabat Nabi ini, niscaya timbangan mereka lebih berat dibanding seluruh orang-orang terbaik tersebut.
– Kabar Tentang Kekhalifahan dan Orang-orang Yang Akan Memberontaknya
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, ia berkata, Rasulullah pernah mengutus seseorang untuk memanggil Utsman. Ketika Utsman sudah datang, Rasulullah menyambut kedatangannya. Setelah kami melihat Rasulullah menyambutnya, maka salah seorang dari kami menyambut kedatangan yang lain. Dan ucapan terakhir yang disampaikan Rasulullah sambil menepuk pundak Utsman adalah
“Wahai Utsman, mudah-mudahan Allah akan memakaikanmu sebuah pakaian (mengamanahimu jabatan khalifah), dan jika orang-orang munafik ingin melepaskan pakaian tersebut, jangalah engkau lepaskan sampai engkau bertemu denganku (meninggal).” Beliau mengulangi ucapan ini tiga kali. (HR. Ahmad).
Dan akhirnya perjumpaan yang disabdakan Rasulullah pun terjadi. Dari Abdullah bin Umar bahwa Utsman bin Affan berbicara di hadapan khalayak, “Aku berjumpa dengan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam di dalam mimpi, lalu beliau mengatakan, ‘Wahai Utsman, berbukalah bersama kami’.” Maka pada pagi harinya beliau berpuasa dan di hari itulah beliau terbunuh. (HR. Hakim dalam Mustadrak, 3: 103).
Katsir bin ash-Shalat mendatangi Utsman bin Affan dan berkata, “Amirul mukminin, keluarlah dan duduklah di teras depan agar masyarakat melihatmu. Jika engkau lakukan itu masyarakat akan membelamu. Utsman tertawa lalu berkata, ‘Wahai Katsir, semalam aku bermimpi seakan-akan aku berjumpa dengan Nabi Allah, Abu Bakar, dan Umar, lalu beliau bersabda, ‘Kembalilah, karena besok engkau akan berbuka bersama kami’. Kemudian Utsman berkata, ‘Demi Allah, tidaklah matahari terbenam esok hari, kecuali aku sudah menjadi penghuni akhirat’.” (Ibnu Saad dalam ath-Thabaqat, 3: 75).
Demikianlah sedikit cuplikkan tentang keutamaan Utsman bin Affan yang mungkin tertutupi oleh orang-orang yang lebih senang memperhatikan aib-aibnya. Padahal aib itu sendiri adalah fitnah yang dituduhkan kepadanya. Semoga Allah meridhai Utsman bin Affan dan memasukkannya ke dalam surga yang penuh kedamaian.

Kisah bakti Kilab pada kedua orang tuanya

Seorang laki-laki bernama Kilab bin Umayyah bin Askar. Dia memiliki ayah dan ibu yang sudah tua. Dia menyiapkan susu untuk keduanya tiap pagi dan petang hari. Kemudian datanglah dua orang menemui Kilab, mereka membujuknya untuk pergi berperang. Ternyata Kilab tertarik dengan ajakan tersebut, lalu dia membeli seorang hamba sahaya untuk menggantikannya mengasuh kedua orang tuanya. Setelah itu Kilab pun pergi berjihad.
Suatu malam, hamba sahaya tersebut datang dan membawa gelas jatah susu petang hari kepada ibu dan bapak Kilab, ketika keduanya sedang tidur. Dia menunggu sesaat dan tidak membangunkannya lalu pergi. Di tengah malam keduanya terbangun dalam keadaan lapar, bapak Kilab berkata,
“Dua orang telah memohon kepada Kilab dengan kitabullah. Keduanya telah bersalah dan merugi. Kamu meninggalkan bapakmu yang kedua tangannya gemetar, dan ibumu tidak bisa minum dengan nikmat. Jika merpati itu bersuara di lembah Waj karena telur-telurnya, kedunya mengingat Kilab. Dia didatangi oleh dua orang yang membujuknya. Wahai hamba-hamba Allah, sungguh keduanya telah durhaka dan merugi. Aku memanggilnya lalu dia berpaling dengan menolak. Maka dia tidak berbuat yang benar. Sesungguhnya ketika kamu mencari pahala selain dari berbakti kepadaku, hal itu seperti pencari air yang memburu fatamorgana. Apakah ada kebaikan setelah menyia-nyiakan kedua orang tua? Demi bapak Kilab, perbuatannya tidak dibenarkan.”
Jika ada orang luar Madinah yang datang ke kota Madinah, Umar bin Khatab radhiallahu ‘anhu selalu menanyakan tentang berita-berita dan keadaan mereka. Umar bertanya kepada salah seorang yang datang, “Dari mana?” Orang itu menjawab, “Dari Thaif.” Umar bertanya, “Ada berita apa?” Orang itu menjawab, “Aku melihat seorang laki-laki berkata (laki-laki ini menyebut ucapan bapak Kilab di atas).” Umar menangis dan berkata, “Sungguh Kilab mengambil langkah yang keliru.”
Kemudian bapak Kilab, Umaiyah bin Askar dengan penuntunnya menemui Umar yang sedang di masjid. Dia mengatakan, “Aku dicela. Kamu telah mencelaku tiada batas, dan kamu tidak tahu penderitaan yang kurasakan. Jika kamu mencelaku, maka kembalikanlah Kilab manakala dia berangkat ke Irak. Pemuda mulia dalam kesulitan dan kemudahan, kokoh dan tangguh pada hari pertempuran. Tidak, demi bapakmu, cintaku kepadamu tidaklah usang. Begitu pula harapanku dan kerinduanku kepadamu. Seandainya kerinduan yang mendalam membelah hati, niscaya hatiku telah terbelah karena kerinduan kepadanya. Aku akan mengadukan al-Faruq (maksudnya Umar bin Khattab) kepada Tuhannya yang telah menggiring jamaah haji ke tanah berbatu hitam. Aku berdoa kepada Allah dengan berharap pahala dari-Nya di lembah Akhsyabain sampai air hujan mengalirinya. Sesungguhnya al-Faruq tidak memanggil Kilab untuk pulang kepada dua orang tua yang sedang kebingungan.”
Umar menangis, lalu beliau menulis surat kepada Abu Musa al-Asy’ari agar memulangkan Kilab ke Madinah. Abu Musa berkata kepada Kilab, “Temuilah Amirul Mukminin Umarbin Khattab.” Kilab menjawab, “Aku tidak melakukan kesalahan, tidak pula melindungi orang yang bersalah.” Abu Musa berkata, “Pergilah!”
Kilab pulang ke Madinah. Ketika Umar bertemu dengannya, beliau mengatakan, “Sejauh mana kamu berbuat baik kepada orang tuamu?” Kilab menjawab, “Aku mementingkannya dengan mencukupi kebutuhannya. Jika aku hendak memerah susu untuknya, maka aku memilih onta betina yang paling gemuk, paling sehat dan paling banyak susunya. Aku mencuci puting susu onta itu, dan barulah aku memerah susunya lalu menghidangkannya kepada mereka.”
Umar mengutus orang untuk menjemput bapaknya. Bapak Kilab datang dengan tertatih-tatih dan menunduk. Umar bertanya kepadanya, “Apa kabarmu, wahai Abu Kilab?” Dia menjawab, “Seperti yang Anda lihat wahai Amirul Mukminin.” Umar bertanya, “Apakah kamu ada kepeluan?” Dia menjawab, “Aku ingin melihat Kilab. Aku ingin mencium dan memeluknya sebelum aku mati.” Umar menangis dan berkata, “Keinginanmu akan tercapai insya Allah.”
Kemudian Umar memerintahkan Kilab agar memerah susu onta untuk bapaknya seperti yang biasa dia lakukan. Umar menyodorkan gelas susu itu kepada bapak Kilab sambil berkata, “Minumlah ini, wahai bapak Kilab.” Ketika bapak Kilab mendekatkan gelas ke mulutnya, dia berkata, “Demi Allah, aku mencium bau kedua tangan Kilab.” Umar mengatakan, “Ini Kilab, dia ada di sini. Kami yang menyuruhnya pulang.” Bapak Kilab menangis dan Umar bersama orang-orang yang hadir juga menangis. Mereka berkata, “Wahai Kilab, temani kedua orang tuamu.” Maka Kilab tidak pernah lagi meninggalkan mereka sampai wafat.


Jumat, 11 Januari 2019

Wanita inspiratif dari Andalusia


Berikut ada 20 Wanita Inspiratif dari Andalusia
Berikut ini adalah biografi singkat 27 orang perempuan Andalusia di abad pertengahan. Profil mereka diambil dari Kitab al-Silah Ibnu Bashkuwal (wafat 1183), Takmilat Kitab al-Silah oleh Ibn al-Abbar (wafat 1260), dan Kitab Silat al-Sila oleh Ibn al-Zubair (wafat 1308). Tokoh-tokoh perempuan ini berasal dari berbagai kelas masyarakat dan berbagai daerah Andalus. Mereka memiliki kontribusi dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan antara abad kesembilan dan ketiga belas. Catatan-catatan biografi ini memberikan wawasan penting tentang sejarah sosial dan intelektual Andalusia. Sehingga masyarakat saat ini bisa mengetahui peran perempuan Andalusia dalam penyebaran pengetahuan selama Abad Pertengahan.

Pertama: Fatimah binti Yahya bin Yusuf al-Maghami.
Fatimah binti Yahya adalah saudarai dari ahli fikih, Yusuf bin Yahya al-Maghami. Fatimah dikenal sebagai sosok perempuan yang paling luas pengetahuannya, dermawan, dan bijak di eranya. Ia tinggal di kota ilmu, Cordoba, dan wafat di sana sekitar tahun 319 H/931 M. Pemakamannya dihadiri begitu banyak khalayak. Bahkan termasuk wanita yang prosesi pemakamannya paling banyak dihadai oleh orang-orang dalam sejarah Kota Cordoba. Tentu ini menunjukkan bagaimana masyarakat Islam menghargai seorang wanita.
Kedua: Aisyah binti Ahmad bin Muhammad bin Qadim.
Sama halnya dengan Fatimah binti Yahya, Aisyah binti Ahmad juga berasal dari Cordoba. Seorang ilmuan besar sekelas Ibnu Hayyan (wafat 469 H/1075 M) berkata tentang dirinya, “Di Semenanjung Iberia di masanya, tak ada satu pun yang sebanding dengannya dalam hal ilmu pengetahuan, keunggulan, kemampuan sastra, penggubah puisi, kefasihan, kebijakan, ketulusan, kedermawanan, dan kebijaksaan. Ia sering menulis pidato yang memuji raja-raja di zamannya kemudian berbicara di majelis mereka. Ia begitu lihai menggores kaligrafi kemudian menyalin ayat Alquran dalam buku-buku lainnya. Ia seorang kolektor buku dengan koleksi buku yang begitu banyak. Dan begitu semangat mencari ilmu. Wanita kaya ini wafat menyandang status gadis, tak pernah menikah. Ia wafat pada tahun 400 H/1009 M.
Ketiga: Khadijah binti Ja’far bin Nusair bin Tammar at-Tamimi.
Khadijah binti Ja’far adalah istri dari ahli fikih Abdullah bin Asad. Ia meriwayatkan kitab al-Muwatta karangan Al-Qa’nabi dari suaminya. Setelah rampung mempelajari kitab itu, Khadijah menguatkan hafalanya dengan cara menyalin ulang kitab tersebut pada tahun 394 H/1003 M.
Jembatan bersejarah di Kota Cordoba. Pondasinya dibangun oleh Kaisar Romawi Augustus. Kemudian dipugar oleh umat Islam hingga terlihat seperti sekarang.
Keempat: Radhiyah
Radhiyah dikenal sebagai Najm. Ia merupakan bekas budak perempuan khalifah Abd al-Rahman III. Setelah menikah dengan seorang budak yang bernama Labib, Khalifah al-Hakam menebusnya hingga ia menjadi wanita merdeka. Labib dan Radhiyah berangkat bersama untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah pada tahun 353 H/964 M. Pasangan suami istri ini ahli dalam membaca dan menulis.
Abu Muhammad bin Khazraj meriwayatkan hadits dari Radhiyah. Dalam beberapa bukunya, Abu Muhammad mengatakan Radhiyah wafat pada tahun 423 H/1032 M. Saat ituia berusia hampir 100 tahun.
Kelima: Fatimah binti Zakariyya bin Abdullah al-Khatib as-Shiblari.
Fatimah binti Zakariyyah adalah seorang juru tulis yang terkenal. Allah memberinya usia yang panjang hingga 94 tahun. sebagian besar waktunya ia khidmatkan untuk dunia tulis-menulis. Menulis surta dan buku-buku. Ia seorang penulis yang handal dan fasih retorikanya. Ibnu Hayyan menyebutkan bahwa Fatimah binti Zakariyyah wafat pada tahun 427 H/1036 M.
Keenam: Maryam binti Abi Ya’qub al-Faysuli ash-Shalabi.
Maryam binti Abi Ya’qub adalah seorang penyair terkenal. Seorang wanita sastrawan yang mengajar sastra untuk kalangan perempuan. Selain piawai dalam sastra, ia dikenal dengan keshalehannya. Asbagh bin Abi Sayyid al-Ishbili memuji Maryam dalam syairnya sebagai wanita yang mewawisi keshalehan Maryam ibunda Nabi Isa. Dan kemahiran dalam puisi bak titisan al-Khansa radhiallahu ‘anha.
Ketujuh: Khadijah binti Abi Muhammad Abdullah bin Said ash-Shantajiyah.
Khadijah tinggal bersama ayahnya dalam waktu yang lama. Ia adalah seorang wanita yang tekun mengkaji Shahih al-Bukhari. Ia belajar dari seorang ulama yang bernama Abu Dzar Abdullah bin Ahmad al-Harawi. Selain Shahih al-Bukhari, Khadijah juga memenuhi waktunya dengan mengkaji buku-buku lainnya. Ia juga pernah bersafar ke Mekah untuk belajar dari beberapa ulama. Bersama ayahnya, ia pergi menuju Andalusia dan wafat di sana, semoga Allah merahmatinya.
The Mosque of Cristo de la Luz. Bekas masjid peninggalan umat Islam. Terletak di Kota Toledo
Kedelapan: Walladah binti al-Mustakfi Billah Muhammad bin Abdurrahman bin Ubaidullah bin Abdurrahman III.
Dari silsilah nasabnya, kita mengetahui Walladah adalah seorang bangsawan keturunan raja Daulah Umayyah II di Andalusia. Ia seorang sastrawan dan penyair terkemuka. Fasih lisannya. Mahir dalam qiroa-at. Tidak ada yang menandinginya dalam kehormatan.
Diriwayatkan bahwa ia wafat pada 2 Safar 484 H/26 Maret 1091 M. Hari dimana Murabithun berhasil menaklukkan Cordoba.
Masjid Raya Cordoba yang sekarang berubah menjadi fungsi menjadi gereja.
Kesembilan: Ummu al-Hasan binti Abi Liwa bin Asbagh bin Abdullah bin Wansus bin Yarbu al-Miknasi.
Yarbu al-Miknasi merupakan mantan budak dari Khalifa Umayyah, Sulaiman bin Abdul Malik. Ummu al-Hasan adalah murid dari Baqi’ bin Makhlad rahimahullah. Baqi’ bin Makhlad (wafat 276 H/889 M) pernah berjalan dari Spanyol ke Baghdad untuk belajar hadits ke Imam Ahmad bin Hanbal. Sampai-sampai Imam Ahmad takjub dan memuji kesungguhannya dalam belajar. Ummul Hasan membaca kitab al-Duhur di hadapan Baqi’ bin Makhlad. Putra Imam Baqi’ bin Makhlad, Ahmad bin Baqi’ hadir dalam pembacaan kitab itu. Ia menyimak bacaan Ummu al-Hasan melalui kitab untuk memastikan tidak ada kekeliruan pada hafalannya.
Ummul Hasan adalah seorang yang bijak, mampu memutuskan masalah dengan benar. Ia cerdas, zuhud, dan berakhlak mulia. Namanya disebut dalam buku-buku yang mengulas keutamaan Baqi’ bin Makhlad.
Ar-Razi berkomentar tentang Ummu al-Hasan, “Saat menunaikan ibadah haji, ia mengumpulkan pembahasan-pemabasan fikih dan hadits. Bahkan Baqi’ bin Makhlad meriwayatkan hadits darinya. Pada perjalanan haji yang kedua, ia wafat dan dimakamkan di Mekah”.
Ia telah banyak mengerjakan amal kebajikan yang menjadi tabungan pahala untuk akhiratnya. Mencatat ilmu fikih dan hadits sehingga bermanfaat bagi orang-orang setelahnya. Namun pernyataan ar-Razi bahwa Baqi’ meriwayatkan hadits darinya perlu ditinjau ulang. Karena Ummu al-Hasan lah yang mempelajari hadits dari Baqi’ bin Makhlad.
Dalam al-Muskitah, Amir Abdullah bin Abdurrahman III bin Muhammad menyatakan, “Seorang wanita berilmu dan shaleh, putri dari Abu Liwa datang setiap Jumat ke majelis Jumatnya Baqi’ bin Makhlad di rumah Abu Abdurrahman. Wanita itu merupakan seorang berilmu yang istimewa. Ia juga telah berhaji”.
Madinah az-Zahra, kota kuno yang dibangun Abdurrahman an-Nashir di Cordoba.
Kesepuluh: Lubna
Lubna adalah seorang sekretasi istana di zaman Khalifah al-Hakam bin Abdurrahman. Di masa Khalifah terbaik Andalusia, Abdurrahman an-Nashir, ia asisten Muzn (sekretaris khalifah). Kepiawaiannya dalam tulis-menulis tak diragukan lagi. Selain itu, Lubna juga mahir dalam tata bahasa, puisi, dan kemampuan matematika yang juga istimewa. Tidak ada seorang yang istimewa di istana Bani Umayyah melebihi dirinya. Ia meninggal sekitar tahun 367 H/986 M.
Banyak orang mengkhawatirkan, kejayaan Islam atau berpegangnnya suatu negara dengan syariat Islam akan membuat kaum muslimah terkurung dan kehilangan hak-hak mereka. Buktinya, sejarah tidak mecatat demikian. Lihatlah wanita-wanita Andalusia berikut ini:
Kesebelas: Isyraq al-Suwayda al-Arudiyyah.
Isyraq adalah pelayan sekaligus murid dari Abu al-Mutharrif’ Abdurrahman bin Ghalbun al-Qurtubi al-Katib. Dia besar di Valencia dan belajar bahasa Arab, nahwu, dan sastra dari Abu al-Muṭarrif selama saat tinggal di Cordoba. Ketika sang guru pergi dari Cordoba, Isyraq pun ikut pindah dari kota itu. walaupun ia banyak belajar cabang keilmuan kepada al-Mutharrif, namun ia mampu mengungguli gurunya dalam keilmuan.
Isyraq memiliki wawasan luas dan pandai menggubah puisi. Puisi Arab berbeda dengan puisi Indonesia. Seseorang mampu membuat puisi Arab, maka ilmu Bahasa Arab dan gramatikanya berada di level yang tinggi. Apalagi sampai dikatakan orang tersebut mahir dalam puisi. Tentu ini tingkatan keilmuan yang luar biasa.
Abu Dawud Sulaiman bin Najah, seorang qari Alquran, mengatakan, “Aku belajar puisi di bawah bimbingannya. Di hadapannya, kubacakan karya Abu Ali Nawadir dan Abu al-Abbas al-Mubarrad al-Kamil. Ia sepenuhnya hafal kedua karya itu. Dan sering memberikan komentar yang rumit pada keduanya.”
Isyraq meninggal di Valencia pada 443 H/1051 M sebagaimana tercatat dalam buku yang ditulis oleh Ibnu Ayyad yang mengupas tentang wanita-wanita yang ahli dalam membaca Alquran.
Alquran di Andalusia
Kedua belas: Zaynab binti Abi Umar Yusuf bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Bar al-Nymayri.
Zaynab tumbuh-besar di wilayah Timur Andalusia. Guru pertamanya adalah ayahnya sendiri. Ia terkenal sebagai wanita yang bijak. Ia juga merupakan ibu dari Ibnu Abdil Bar.
Salah satu contoh tulisan tangan.
Ketiga belas: Fatimah binti Abi Ali al-Husein bin Muhammad as-Sadafi.
Fatimah adalah ulama wanita yang berasal dari Zaragoza. Ia tumbuh-besar di Murcia. Ia berpisah dengan ayahnya sedari kecil. Karena sang ayah bergabung dengan militer ci Cutanda. Fatimah seorang ahli ibadah, penghafal Alquran dan hadits, dan mengisi kehidupannya sesuai dengan nilai-nilai Alquran dan Sunnah Rasulullah .
Kemampuan Fatimah dalam menulis Arab, luar biasa. Wanita Eropa ini juga sangat gemar membaca. Ia menikah dengan Abu Muhammad Abdullah bin Musa bin Burtulah, seorang ulama Kota Murcia. Mereka dikaruinia beberapa orang anak. Di antaranya adalah Abu Bakar Abdurrahman.
Fatimah meninggal di atas tahun 590 H/ 1194 dengan usia lebih dari 80 tahun.

Keempat belas: Fatimah binti Abil Qashim Abdurrahman bin Muhammad bin Ghalib al-Anshari al-Sharrat.
Fatimah binti Abil Qashim berasal dari Cordoba. Kun-yahnya adalah Ummul Fath. Dia menghafal Alquran dengan riwayat Nafi’ dari ayahnya sendiri. Di bawah bimbingan ayahnya ia mempelajari sejumlah besar buku. Di antranya Tanbih al-Makki, al-Shihab al-Quda’I, Mukhtashar at-Tulaytali. Selain itu, Fatimah juga mempelajari Shahih Muslim, Sirah Ibnu Hisyam, al-Kamil al-Mubarrad, Nawadir al-Baghdadi. Dan buku-buku lainnya. Semuanya di bawah bimbingan sang ayah.
Wanita yang hebat ini, juga seorang ibu yang luar biasa, anaknya, Abu al-Qasim bin al-Ṭaylasan meriwayatkan hadits dan Alquran riwayat warsy darinya.
Fatimah wafat pada tahun 613 H/1216 M. Ia dimakamkan di pemakaman Ummu Salamah bersama ayah dan saudara-saudaranya.
Kelima belas: Sayyidah binti Abdul Ghani bin Ali bin Utsman al-Abdari.
Kun-yahnya adalah Ummul Ala’. Sayyidah berasal dari Granada, tapi ayahnya –sepupu dari Abul Hajjaj bin Yusuf bin Ibrahim bin Utsman al-Thagri- tinggal di Murcia.
Ayahnya menjabat hakim di Orihuela. Kemudian sang ayah meninggal saat ia masih kecil, jadilah Sayyidah seorang anak yatim. Di Murcia, ia banyak belajar Alquran dan menjadi ahli dalam bidang tersebut. Kemampuan menulisnya luar biasa. Ia pun diangkat menjadi seorang pengajar di komplek kerajaan dan istana sampai sekitar tiga tahun menjelang wafat. Karena sakit keras yang ia derita mencegahnya untuk beraktivitas. Di masa-masa itu, ia tetap menyibukkan diri dengan dunia mengajar. Hanya saja, muridnya hanya dua orang putrinya.
Selain sibuk dengan Alquran, buku-buku karya ulama, dan ibadah-ibadah individual, Sayyidah juga menjadi motivator umat dalam kegiatan sosial. Ia berusaha sekuat mungkin menyisihkan kekayaannya untuk membebaskan budak.
Sayyidah wafat karena penyakit yang ia derita pada Selasa sore, tanggal 5 Muharram 647 H/20 April 1249. Ia dimakamkan pada hari Rabu esok harinya. Di dekat masjid, di pinggiran Tunisia.

Keenam belas: Layla
Layla, mantan budak yang dibebaskan mentri Abu Bakr bin al-Khattab. Layla berasal dari Murcia. Hakim Abu Bakar bin Abi Jamra memujinya sebagai perempuan terbesar di eranya, dalam pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai ilmu.
Banyak laki-laki yang datang meminangnya, tapi ia menolak mereka. Dan kemudian memilih Hakim Agung Granada, Abu al-Qasim bin Hisyam bin Abi Jamra. Seorang ulama yang shaleh dan berpengetahuan luas dan berasal dari keluarga yang mulia.
Layla wafat pada tahun 528 H/1133 M.
Andalusia
Ketujuh belas: Hafshah
Hafsha adalah anak dari seorang ulama, Abu Imran Musa bin Hammad al-Sanhaji. Al-Malahi berkata tentang Hafshah, “Ia menikah dengan hakim Abu Bakr Muhammad bin Ali al-Ghassani al-Marshani. Ia adalah wanita yang mulia. Seorang penghafal Alquran dan cukup mumpuni dalam seni kaligrafi.
Hafshah juga seorang ahli dalam hokum dan akidah. Ia banyak mengutip fatwa ayahnya dalam berbagai kesempatan.
Lahir pada tahun 519 H/1125 M. Dan wafat di Granada. Ia dimakamkan di Pemakaman Bab Elvira
Kedelapan belas: Hafshah binti Abi Abdullah Muhammad bin Ahmad as-Salami.
Hafshah binti Abi Abdullah adalah guru dalam 7 bacaan Alquran (Qiroah Sab’ah). Ia mempelajari qirorah sab’ah dari ayahnya. Dari ayahnya ia juga menghafal banyak buku hadits dan karya-karya para ulama dari berbagai macam disiplin ilmu. Selain itu, ia juga mempelajari kitab al-Muwattha.
Al-Mahalli mengatakan, “Saya mendapatkan informasi bahwa ia membaca kitab al-Muwattha di hadapan kakek dari jalur ayah (paman ayahnya), Abu Bakr Yahya bin Arus at-Tamimi”. Ia adalah wanita yang fasih lisannya dan sangat pandai membaca. Ia dapat membaca manuskrip-manuskrip yang tulisannya sulit dibaca.
Ia wafat di usia muda, 27 tahun. pada 15 Ramadhan 580 H/20 Desember 1184 M.

Kesembilan belas: Aisyah
Asiyah adalah anak perempuan dari al-Qadhi Abu al-Khattab Muhammad bin Ahmad bin Khalil. Ia meriwayatkan hadits dari ayahnya. Selain itu, ia juga mendapatka ijazah pengakuan keilmuan dari beberapa ulama. Ia dikenal sebagai wanita yang bijak yang memiliki pengetahuan yang detil tentang nasab keluarganya.
Aisyah dikenal sebagai wanita yang teliti, ahli, dan perhatian. Namun ia hanya memiliki sedikit murid.
Kedua puluh: Dhunah binti Abdul Aziz bin Musa bin Thahir bin Muta’.
Dhunah dikenal juga dengan kun-yahnya, Ummu Habibah. Ia adalah istri dari Abul Qasim bin Mudir. Ia belajar di bawah bimbingan Abu Umar bin Abdul Barr dan berhasil menstraskrip beberapa karya gurunya ini. Gurunya yang lain adalah Abul Abbas al-‘Udhri.
Sisi menarik dari Dhunah adalah suaminya belajar darinya. Wanita yang terkenal dengan kerendahan-hati dan keshalehannya ini mampu menulis dengan indah.
Ia lahir ada tahun 437 H/1045 M dan wafat pada tahun 506 H/1112 M.

Penutup
Demikianlah beberapa figur wanita istimewa di zaman kejayaan Islam di Andalusia. Tentu keistimewaan mereka menjawab keraguan atau tuduhan miring yang diarahkan kepada umat Islam. Tuduhan tanpa bukti yang menyatakan bahwa syariat Islam merendahkan dan menghalangi kemajuan wanita.
Hal menarik lainnya yang kita dapat petik pelajaran dari profil-profil mereka adalah mereka memiliki ayah atau suami yang berilmu. Tidak hanya berilmu, ayah dan suami mereka memiliki perhatian yang besar dalam mendidik keluarganya. Kemudian kesibukan mereka sebagai ibu rumah tangga tidak menghalangi mereka dari menuntut ilmu.


Menghadapi taqdir yang buruk

Bukanlah yang dimaksud dengan kata takdir dalam frasa “takdir buruk” pada judul di atas adalah perbuatan Allah menakdirkan suatu peristiwa....