Berikut ada 20 Wanita Inspiratif dari Andalusia
Berikut ini adalah
biografi singkat 27 orang perempuan Andalusia di abad pertengahan. Profil
mereka diambil dari Kitab al-Silah Ibnu Bashkuwal (wafat
1183), Takmilat Kitab al-Silah oleh Ibn al-Abbar (wafat
1260), dan Kitab Silat al-Sila oleh Ibn
al-Zubair (wafat 1308). Tokoh-tokoh perempuan ini berasal dari berbagai kelas
masyarakat dan berbagai daerah Andalus. Mereka memiliki kontribusi dalam bidang
pendidikan dan ilmu pengetahuan antara abad kesembilan dan ketiga belas.
Catatan-catatan biografi ini memberikan wawasan penting tentang sejarah sosial
dan intelektual Andalusia. Sehingga masyarakat saat ini bisa mengetahui peran
perempuan Andalusia dalam penyebaran pengetahuan selama Abad Pertengahan.
Pertama: Fatimah binti Yahya bin Yusuf al-Maghami.
Fatimah binti Yahya
adalah saudarai dari ahli fikih, Yusuf bin Yahya al-Maghami. Fatimah dikenal
sebagai sosok perempuan yang paling luas pengetahuannya, dermawan, dan bijak di
eranya. Ia tinggal di kota ilmu, Cordoba, dan wafat di sana sekitar tahun 319
H/931 M. Pemakamannya dihadiri begitu banyak khalayak. Bahkan termasuk wanita
yang prosesi pemakamannya paling banyak dihadai oleh orang-orang dalam sejarah
Kota Cordoba. Tentu ini menunjukkan bagaimana masyarakat Islam menghargai
seorang wanita.
Kedua: Aisyah binti Ahmad bin Muhammad bin Qadim.
Sama halnya dengan
Fatimah binti Yahya, Aisyah binti Ahmad juga berasal dari Cordoba. Seorang
ilmuan besar sekelas Ibnu Hayyan (wafat 469 H/1075 M) berkata tentang dirinya,
“Di Semenanjung Iberia di masanya, tak ada satu pun yang sebanding dengannya
dalam hal ilmu pengetahuan, keunggulan, kemampuan sastra, penggubah puisi,
kefasihan, kebijakan, ketulusan, kedermawanan, dan kebijaksaan. Ia sering
menulis pidato yang memuji raja-raja di zamannya kemudian berbicara di majelis
mereka. Ia begitu lihai menggores kaligrafi kemudian menyalin ayat Alquran
dalam buku-buku lainnya. Ia seorang kolektor buku dengan koleksi buku yang
begitu banyak. Dan begitu semangat mencari ilmu. Wanita kaya ini wafat
menyandang status gadis, tak pernah menikah. Ia wafat pada tahun 400 H/1009 M.
Ketiga: Khadijah binti Ja’far bin Nusair bin Tammar
at-Tamimi.
Khadijah binti Ja’far
adalah istri dari ahli fikih Abdullah bin Asad. Ia meriwayatkan kitab
al-Muwatta karangan Al-Qa’nabi dari suaminya. Setelah rampung mempelajari kitab
itu, Khadijah menguatkan hafalanya dengan cara menyalin ulang kitab tersebut
pada tahun 394 H/1003 M.
Jembatan bersejarah di Kota Cordoba. Pondasinya dibangun oleh
Kaisar Romawi Augustus. Kemudian dipugar oleh umat Islam hingga terlihat
seperti sekarang.
Keempat: Radhiyah
Radhiyah dikenal sebagai
Najm. Ia merupakan bekas budak perempuan khalifah Abd al-Rahman III. Setelah
menikah dengan seorang budak yang bernama Labib, Khalifah al-Hakam menebusnya
hingga ia menjadi wanita merdeka. Labib dan Radhiyah berangkat bersama untuk
menunaikan ibadah haji ke Mekah pada tahun 353 H/964 M. Pasangan suami istri
ini ahli dalam membaca dan menulis.
Abu Muhammad bin Khazraj
meriwayatkan hadits dari Radhiyah. Dalam beberapa bukunya, Abu Muhammad
mengatakan Radhiyah wafat pada tahun 423 H/1032 M. Saat ituia berusia hampir
100 tahun.
Kelima: Fatimah binti Zakariyya bin Abdullah al-Khatib
as-Shiblari.
Fatimah binti Zakariyyah
adalah seorang juru tulis yang terkenal. Allah ﷻ
memberinya usia yang panjang hingga 94 tahun. sebagian besar waktunya ia
khidmatkan untuk dunia tulis-menulis. Menulis surta dan buku-buku. Ia seorang
penulis yang handal dan fasih retorikanya. Ibnu Hayyan menyebutkan bahwa
Fatimah binti Zakariyyah wafat pada tahun 427 H/1036 M.
Keenam: Maryam binti Abi Ya’qub al-Faysuli
ash-Shalabi.
Maryam binti Abi Ya’qub
adalah seorang penyair terkenal. Seorang wanita sastrawan yang mengajar sastra
untuk kalangan perempuan. Selain piawai dalam sastra, ia dikenal dengan
keshalehannya. Asbagh bin Abi Sayyid al-Ishbili memuji Maryam dalam syairnya
sebagai wanita yang mewawisi keshalehan Maryam ibunda Nabi Isa. Dan kemahiran
dalam puisi bak titisan al-Khansa radhiallahu ‘anha.
Ketujuh: Khadijah binti Abi Muhammad Abdullah bin Said
ash-Shantajiyah.
Khadijah tinggal bersama
ayahnya dalam waktu yang lama. Ia adalah seorang wanita yang tekun mengkaji
Shahih al-Bukhari. Ia belajar dari seorang ulama yang bernama Abu Dzar Abdullah
bin Ahmad al-Harawi. Selain Shahih al-Bukhari, Khadijah juga memenuhi waktunya
dengan mengkaji buku-buku lainnya. Ia juga pernah bersafar ke Mekah untuk
belajar dari beberapa ulama. Bersama ayahnya, ia pergi menuju Andalusia dan wafat
di sana, semoga Allah merahmatinya.
The Mosque of Cristo de la Luz. Bekas masjid peninggalan umat
Islam. Terletak di Kota Toledo
Kedelapan: Walladah binti al-Mustakfi Billah Muhammad bin
Abdurrahman bin Ubaidullah bin Abdurrahman III.
Dari silsilah nasabnya,
kita mengetahui Walladah adalah seorang bangsawan keturunan raja Daulah Umayyah
II di Andalusia. Ia seorang sastrawan dan penyair terkemuka. Fasih lisannya.
Mahir dalam qiroa-at. Tidak ada yang menandinginya dalam kehormatan.
Diriwayatkan bahwa ia
wafat pada 2 Safar 484 H/26 Maret 1091 M. Hari dimana Murabithun berhasil
menaklukkan Cordoba.
Masjid Raya Cordoba yang sekarang berubah menjadi fungsi menjadi
gereja.
Kesembilan: Ummu al-Hasan binti Abi Liwa bin Asbagh bin
Abdullah bin Wansus bin Yarbu al-Miknasi.
Yarbu al-Miknasi
merupakan mantan budak dari Khalifa Umayyah, Sulaiman bin Abdul Malik. Ummu
al-Hasan adalah murid dari Baqi’ bin Makhlad rahimahullah. Baqi’ bin Makhlad
(wafat 276 H/889 M) pernah berjalan dari Spanyol ke Baghdad untuk belajar
hadits ke Imam Ahmad bin Hanbal. Sampai-sampai Imam Ahmad takjub dan memuji
kesungguhannya dalam belajar. Ummul Hasan membaca kitab al-Duhur di hadapan
Baqi’ bin Makhlad. Putra Imam Baqi’ bin Makhlad, Ahmad bin Baqi’ hadir dalam
pembacaan kitab itu. Ia menyimak bacaan Ummu al-Hasan melalui kitab untuk
memastikan tidak ada kekeliruan pada hafalannya.
Ummul Hasan adalah
seorang yang bijak, mampu memutuskan masalah dengan benar. Ia cerdas, zuhud,
dan berakhlak mulia. Namanya disebut dalam buku-buku yang mengulas keutamaan
Baqi’ bin Makhlad.
Ar-Razi berkomentar
tentang Ummu al-Hasan, “Saat menunaikan ibadah haji, ia mengumpulkan
pembahasan-pemabasan fikih dan hadits. Bahkan Baqi’ bin Makhlad meriwayatkan
hadits darinya. Pada perjalanan haji yang kedua, ia wafat dan dimakamkan di
Mekah”.
Ia telah banyak
mengerjakan amal kebajikan yang menjadi tabungan pahala untuk akhiratnya.
Mencatat ilmu fikih dan hadits sehingga bermanfaat bagi orang-orang setelahnya.
Namun pernyataan ar-Razi bahwa Baqi’ meriwayatkan hadits darinya perlu ditinjau
ulang. Karena Ummu al-Hasan lah yang mempelajari hadits dari Baqi’ bin Makhlad.
Dalam al-Muskitah, Amir
Abdullah bin Abdurrahman III bin Muhammad menyatakan, “Seorang wanita berilmu
dan shaleh, putri dari Abu Liwa datang setiap Jumat ke majelis Jumatnya Baqi’
bin Makhlad di rumah Abu Abdurrahman. Wanita itu merupakan seorang berilmu yang
istimewa. Ia juga telah berhaji”.
Madinah az-Zahra, kota kuno yang dibangun Abdurrahman an-Nashir di
Cordoba.
Kesepuluh: Lubna
Lubna adalah seorang
sekretasi istana di zaman Khalifah al-Hakam bin Abdurrahman. Di masa Khalifah
terbaik Andalusia, Abdurrahman an-Nashir, ia asisten Muzn (sekretaris
khalifah). Kepiawaiannya dalam tulis-menulis tak diragukan lagi. Selain itu,
Lubna juga mahir dalam tata bahasa, puisi, dan kemampuan matematika yang juga
istimewa. Tidak ada seorang yang istimewa di istana Bani Umayyah melebihi
dirinya. Ia meninggal sekitar tahun 367 H/986 M.
Banyak orang
mengkhawatirkan, kejayaan Islam atau berpegangnnya suatu negara dengan syariat
Islam akan membuat kaum muslimah terkurung dan kehilangan hak-hak mereka.
Buktinya, sejarah tidak mecatat demikian. Lihatlah wanita-wanita Andalusia
berikut ini:
Kesebelas: Isyraq al-Suwayda al-Arudiyyah.
Isyraq adalah pelayan
sekaligus murid dari Abu al-Mutharrif’ Abdurrahman bin Ghalbun al-Qurtubi
al-Katib. Dia besar di Valencia dan belajar bahasa Arab, nahwu, dan sastra dari
Abu al-Muṭarrif selama saat tinggal di Cordoba. Ketika sang guru pergi dari
Cordoba, Isyraq pun ikut pindah dari kota itu. walaupun ia banyak belajar
cabang keilmuan kepada al-Mutharrif, namun ia mampu mengungguli gurunya dalam
keilmuan.
Isyraq memiliki wawasan
luas dan pandai menggubah puisi. Puisi Arab berbeda dengan puisi Indonesia.
Seseorang mampu membuat puisi Arab, maka ilmu Bahasa Arab dan gramatikanya
berada di level yang tinggi. Apalagi sampai dikatakan orang tersebut mahir
dalam puisi. Tentu ini tingkatan keilmuan yang luar biasa.
Abu Dawud Sulaiman bin
Najah, seorang qari Alquran, mengatakan, “Aku belajar puisi di bawah
bimbingannya. Di hadapannya, kubacakan karya Abu Ali Nawadir dan Abu al-Abbas
al-Mubarrad al-Kamil. Ia sepenuhnya hafal kedua karya itu. Dan sering
memberikan komentar yang rumit pada keduanya.”
Isyraq meninggal di
Valencia pada 443 H/1051 M sebagaimana tercatat dalam buku yang ditulis oleh
Ibnu Ayyad yang mengupas tentang wanita-wanita yang ahli dalam membaca Alquran.
Alquran di Andalusia
Kedua belas: Zaynab binti Abi Umar Yusuf bin Abdullah bin
Muhammad bin Abdul Bar al-Nymayri.
Zaynab tumbuh-besar di
wilayah Timur Andalusia. Guru pertamanya adalah ayahnya sendiri. Ia terkenal
sebagai wanita yang bijak. Ia juga merupakan ibu dari Ibnu Abdil Bar.
Salah satu contoh tulisan tangan.
Ketiga belas: Fatimah binti Abi Ali al-Husein bin Muhammad
as-Sadafi.
Fatimah adalah ulama
wanita yang berasal dari Zaragoza. Ia tumbuh-besar di Murcia. Ia berpisah
dengan ayahnya sedari kecil. Karena sang ayah bergabung dengan militer ci
Cutanda. Fatimah seorang ahli ibadah, penghafal Alquran dan hadits, dan mengisi
kehidupannya sesuai dengan nilai-nilai Alquran dan Sunnah Rasulullah ﷺ.
Kemampuan Fatimah dalam
menulis Arab, luar biasa. Wanita Eropa ini juga sangat gemar membaca. Ia
menikah dengan Abu Muhammad Abdullah bin Musa bin Burtulah, seorang ulama Kota
Murcia. Mereka dikaruinia beberapa orang anak. Di antaranya adalah Abu Bakar
Abdurrahman.
Fatimah meninggal di
atas tahun 590 H/ 1194 dengan usia lebih dari 80 tahun.
Keempat belas: Fatimah binti Abil Qashim Abdurrahman bin
Muhammad bin Ghalib al-Anshari al-Sharrat.
Fatimah binti Abil
Qashim berasal dari Cordoba. Kun-yahnya adalah Ummul Fath. Dia menghafal
Alquran dengan riwayat Nafi’ dari ayahnya sendiri. Di bawah bimbingan ayahnya
ia mempelajari sejumlah besar buku. Di antranya Tanbih al-Makki, al-Shihab
al-Quda’I, Mukhtashar at-Tulaytali. Selain itu, Fatimah juga mempelajari Shahih
Muslim, Sirah Ibnu Hisyam, al-Kamil al-Mubarrad, Nawadir al-Baghdadi. Dan
buku-buku lainnya. Semuanya di bawah bimbingan sang ayah.
Wanita yang hebat ini,
juga seorang ibu yang luar biasa, anaknya, Abu al-Qasim bin al-Ṭaylasan
meriwayatkan hadits dan Alquran riwayat warsy darinya.
Fatimah wafat pada tahun
613 H/1216 M. Ia dimakamkan di pemakaman Ummu Salamah bersama ayah dan saudara-saudaranya.
Kelima belas: Sayyidah binti Abdul Ghani bin Ali bin Utsman
al-Abdari.
Kun-yahnya adalah Ummul
Ala’. Sayyidah berasal dari Granada, tapi ayahnya –sepupu dari Abul Hajjaj bin
Yusuf bin Ibrahim bin Utsman al-Thagri- tinggal di Murcia.
Ayahnya menjabat hakim
di Orihuela. Kemudian sang ayah meninggal saat ia masih kecil, jadilah Sayyidah
seorang anak yatim. Di Murcia, ia banyak belajar Alquran dan menjadi ahli dalam
bidang tersebut. Kemampuan menulisnya luar biasa. Ia pun diangkat menjadi seorang
pengajar di komplek kerajaan dan istana sampai sekitar tiga tahun menjelang
wafat. Karena sakit keras yang ia derita mencegahnya untuk beraktivitas. Di
masa-masa itu, ia tetap menyibukkan diri dengan dunia mengajar. Hanya saja,
muridnya hanya dua orang putrinya.
Selain sibuk dengan
Alquran, buku-buku karya ulama, dan ibadah-ibadah individual, Sayyidah juga
menjadi motivator umat dalam kegiatan sosial. Ia berusaha sekuat mungkin
menyisihkan kekayaannya untuk membebaskan budak.
Sayyidah wafat karena
penyakit yang ia derita pada Selasa sore, tanggal 5 Muharram 647 H/20 April
1249. Ia dimakamkan pada hari Rabu esok harinya. Di dekat masjid, di pinggiran
Tunisia.
Keenam belas: Layla
Layla, mantan budak yang
dibebaskan mentri Abu Bakr bin al-Khattab. Layla berasal dari Murcia. Hakim Abu
Bakar bin Abi Jamra memujinya sebagai perempuan terbesar di eranya, dalam
pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai ilmu.
Banyak laki-laki yang
datang meminangnya, tapi ia menolak mereka. Dan kemudian memilih Hakim Agung
Granada, Abu al-Qasim bin Hisyam bin Abi Jamra. Seorang ulama yang shaleh dan
berpengetahuan luas dan berasal dari keluarga yang mulia.
Layla wafat pada tahun
528 H/1133 M.
Andalusia
Ketujuh belas: Hafshah
Hafsha adalah anak dari
seorang ulama, Abu Imran Musa bin Hammad al-Sanhaji. Al-Malahi berkata tentang
Hafshah, “Ia menikah dengan hakim Abu Bakr Muhammad bin Ali al-Ghassani
al-Marshani. Ia adalah wanita yang mulia. Seorang penghafal Alquran dan cukup
mumpuni dalam seni kaligrafi.
Hafshah juga seorang
ahli dalam hokum dan akidah. Ia banyak mengutip fatwa ayahnya dalam berbagai
kesempatan.
Lahir pada tahun 519
H/1125 M. Dan wafat di Granada. Ia dimakamkan di Pemakaman Bab Elvira
Kedelapan belas: Hafshah binti Abi Abdullah Muhammad bin Ahmad
as-Salami.
Hafshah binti Abi
Abdullah adalah guru dalam 7 bacaan Alquran (Qiroah Sab’ah). Ia mempelajari
qirorah sab’ah dari ayahnya. Dari ayahnya ia juga menghafal banyak buku hadits
dan karya-karya para ulama dari berbagai macam disiplin ilmu. Selain itu, ia
juga mempelajari kitab al-Muwattha.
Al-Mahalli mengatakan,
“Saya mendapatkan informasi bahwa ia membaca kitab al-Muwattha di hadapan kakek
dari jalur ayah (paman ayahnya), Abu Bakr Yahya bin Arus at-Tamimi”. Ia adalah
wanita yang fasih lisannya dan sangat pandai membaca. Ia dapat membaca
manuskrip-manuskrip yang tulisannya sulit dibaca.
Ia wafat di usia muda,
27 tahun. pada 15 Ramadhan 580 H/20 Desember 1184 M.
Kesembilan belas: Aisyah
Asiyah adalah anak
perempuan dari al-Qadhi Abu al-Khattab Muhammad bin Ahmad bin Khalil. Ia
meriwayatkan hadits dari ayahnya. Selain itu, ia juga mendapatka ijazah
pengakuan keilmuan dari beberapa ulama. Ia dikenal sebagai wanita yang bijak
yang memiliki pengetahuan yang detil tentang nasab keluarganya.
Aisyah dikenal sebagai
wanita yang teliti, ahli, dan perhatian. Namun ia hanya memiliki sedikit murid.
Kedua puluh: Dhunah binti Abdul Aziz bin Musa bin Thahir
bin Muta’.
Dhunah dikenal juga
dengan kun-yahnya, Ummu Habibah. Ia adalah istri dari Abul Qasim bin Mudir. Ia
belajar di bawah bimbingan Abu Umar bin Abdul Barr dan berhasil menstraskrip
beberapa karya gurunya ini. Gurunya yang lain adalah Abul Abbas al-‘Udhri.
Sisi menarik dari Dhunah
adalah suaminya belajar darinya. Wanita yang terkenal dengan kerendahan-hati
dan keshalehannya ini mampu menulis dengan indah.
Ia lahir ada tahun 437
H/1045 M dan wafat pada tahun 506 H/1112 M.
Penutup
Demikianlah beberapa
figur wanita istimewa di zaman kejayaan Islam di Andalusia. Tentu keistimewaan
mereka menjawab keraguan atau tuduhan miring yang diarahkan kepada umat Islam.
Tuduhan tanpa bukti yang menyatakan bahwa syariat Islam merendahkan dan
menghalangi kemajuan wanita.
Hal menarik lainnya yang
kita dapat petik pelajaran dari profil-profil mereka adalah mereka memiliki
ayah atau suami yang berilmu. Tidak hanya berilmu, ayah dan suami mereka
memiliki perhatian yang besar dalam mendidik keluarganya. Kemudian kesibukan
mereka sebagai ibu rumah tangga tidak menghalangi mereka dari menuntut ilmu.