Jumat, 11 Januari 2019

Wanita inspiratif dari Andalusia


Berikut ada 20 Wanita Inspiratif dari Andalusia
Berikut ini adalah biografi singkat 27 orang perempuan Andalusia di abad pertengahan. Profil mereka diambil dari Kitab al-Silah Ibnu Bashkuwal (wafat 1183), Takmilat Kitab al-Silah oleh Ibn al-Abbar (wafat 1260), dan Kitab Silat al-Sila oleh Ibn al-Zubair (wafat 1308). Tokoh-tokoh perempuan ini berasal dari berbagai kelas masyarakat dan berbagai daerah Andalus. Mereka memiliki kontribusi dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan antara abad kesembilan dan ketiga belas. Catatan-catatan biografi ini memberikan wawasan penting tentang sejarah sosial dan intelektual Andalusia. Sehingga masyarakat saat ini bisa mengetahui peran perempuan Andalusia dalam penyebaran pengetahuan selama Abad Pertengahan.

Pertama: Fatimah binti Yahya bin Yusuf al-Maghami.
Fatimah binti Yahya adalah saudarai dari ahli fikih, Yusuf bin Yahya al-Maghami. Fatimah dikenal sebagai sosok perempuan yang paling luas pengetahuannya, dermawan, dan bijak di eranya. Ia tinggal di kota ilmu, Cordoba, dan wafat di sana sekitar tahun 319 H/931 M. Pemakamannya dihadiri begitu banyak khalayak. Bahkan termasuk wanita yang prosesi pemakamannya paling banyak dihadai oleh orang-orang dalam sejarah Kota Cordoba. Tentu ini menunjukkan bagaimana masyarakat Islam menghargai seorang wanita.
Kedua: Aisyah binti Ahmad bin Muhammad bin Qadim.
Sama halnya dengan Fatimah binti Yahya, Aisyah binti Ahmad juga berasal dari Cordoba. Seorang ilmuan besar sekelas Ibnu Hayyan (wafat 469 H/1075 M) berkata tentang dirinya, “Di Semenanjung Iberia di masanya, tak ada satu pun yang sebanding dengannya dalam hal ilmu pengetahuan, keunggulan, kemampuan sastra, penggubah puisi, kefasihan, kebijakan, ketulusan, kedermawanan, dan kebijaksaan. Ia sering menulis pidato yang memuji raja-raja di zamannya kemudian berbicara di majelis mereka. Ia begitu lihai menggores kaligrafi kemudian menyalin ayat Alquran dalam buku-buku lainnya. Ia seorang kolektor buku dengan koleksi buku yang begitu banyak. Dan begitu semangat mencari ilmu. Wanita kaya ini wafat menyandang status gadis, tak pernah menikah. Ia wafat pada tahun 400 H/1009 M.
Ketiga: Khadijah binti Ja’far bin Nusair bin Tammar at-Tamimi.
Khadijah binti Ja’far adalah istri dari ahli fikih Abdullah bin Asad. Ia meriwayatkan kitab al-Muwatta karangan Al-Qa’nabi dari suaminya. Setelah rampung mempelajari kitab itu, Khadijah menguatkan hafalanya dengan cara menyalin ulang kitab tersebut pada tahun 394 H/1003 M.
Jembatan bersejarah di Kota Cordoba. Pondasinya dibangun oleh Kaisar Romawi Augustus. Kemudian dipugar oleh umat Islam hingga terlihat seperti sekarang.
Keempat: Radhiyah
Radhiyah dikenal sebagai Najm. Ia merupakan bekas budak perempuan khalifah Abd al-Rahman III. Setelah menikah dengan seorang budak yang bernama Labib, Khalifah al-Hakam menebusnya hingga ia menjadi wanita merdeka. Labib dan Radhiyah berangkat bersama untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah pada tahun 353 H/964 M. Pasangan suami istri ini ahli dalam membaca dan menulis.
Abu Muhammad bin Khazraj meriwayatkan hadits dari Radhiyah. Dalam beberapa bukunya, Abu Muhammad mengatakan Radhiyah wafat pada tahun 423 H/1032 M. Saat ituia berusia hampir 100 tahun.
Kelima: Fatimah binti Zakariyya bin Abdullah al-Khatib as-Shiblari.
Fatimah binti Zakariyyah adalah seorang juru tulis yang terkenal. Allah memberinya usia yang panjang hingga 94 tahun. sebagian besar waktunya ia khidmatkan untuk dunia tulis-menulis. Menulis surta dan buku-buku. Ia seorang penulis yang handal dan fasih retorikanya. Ibnu Hayyan menyebutkan bahwa Fatimah binti Zakariyyah wafat pada tahun 427 H/1036 M.
Keenam: Maryam binti Abi Ya’qub al-Faysuli ash-Shalabi.
Maryam binti Abi Ya’qub adalah seorang penyair terkenal. Seorang wanita sastrawan yang mengajar sastra untuk kalangan perempuan. Selain piawai dalam sastra, ia dikenal dengan keshalehannya. Asbagh bin Abi Sayyid al-Ishbili memuji Maryam dalam syairnya sebagai wanita yang mewawisi keshalehan Maryam ibunda Nabi Isa. Dan kemahiran dalam puisi bak titisan al-Khansa radhiallahu ‘anha.
Ketujuh: Khadijah binti Abi Muhammad Abdullah bin Said ash-Shantajiyah.
Khadijah tinggal bersama ayahnya dalam waktu yang lama. Ia adalah seorang wanita yang tekun mengkaji Shahih al-Bukhari. Ia belajar dari seorang ulama yang bernama Abu Dzar Abdullah bin Ahmad al-Harawi. Selain Shahih al-Bukhari, Khadijah juga memenuhi waktunya dengan mengkaji buku-buku lainnya. Ia juga pernah bersafar ke Mekah untuk belajar dari beberapa ulama. Bersama ayahnya, ia pergi menuju Andalusia dan wafat di sana, semoga Allah merahmatinya.
The Mosque of Cristo de la Luz. Bekas masjid peninggalan umat Islam. Terletak di Kota Toledo
Kedelapan: Walladah binti al-Mustakfi Billah Muhammad bin Abdurrahman bin Ubaidullah bin Abdurrahman III.
Dari silsilah nasabnya, kita mengetahui Walladah adalah seorang bangsawan keturunan raja Daulah Umayyah II di Andalusia. Ia seorang sastrawan dan penyair terkemuka. Fasih lisannya. Mahir dalam qiroa-at. Tidak ada yang menandinginya dalam kehormatan.
Diriwayatkan bahwa ia wafat pada 2 Safar 484 H/26 Maret 1091 M. Hari dimana Murabithun berhasil menaklukkan Cordoba.
Masjid Raya Cordoba yang sekarang berubah menjadi fungsi menjadi gereja.
Kesembilan: Ummu al-Hasan binti Abi Liwa bin Asbagh bin Abdullah bin Wansus bin Yarbu al-Miknasi.
Yarbu al-Miknasi merupakan mantan budak dari Khalifa Umayyah, Sulaiman bin Abdul Malik. Ummu al-Hasan adalah murid dari Baqi’ bin Makhlad rahimahullah. Baqi’ bin Makhlad (wafat 276 H/889 M) pernah berjalan dari Spanyol ke Baghdad untuk belajar hadits ke Imam Ahmad bin Hanbal. Sampai-sampai Imam Ahmad takjub dan memuji kesungguhannya dalam belajar. Ummul Hasan membaca kitab al-Duhur di hadapan Baqi’ bin Makhlad. Putra Imam Baqi’ bin Makhlad, Ahmad bin Baqi’ hadir dalam pembacaan kitab itu. Ia menyimak bacaan Ummu al-Hasan melalui kitab untuk memastikan tidak ada kekeliruan pada hafalannya.
Ummul Hasan adalah seorang yang bijak, mampu memutuskan masalah dengan benar. Ia cerdas, zuhud, dan berakhlak mulia. Namanya disebut dalam buku-buku yang mengulas keutamaan Baqi’ bin Makhlad.
Ar-Razi berkomentar tentang Ummu al-Hasan, “Saat menunaikan ibadah haji, ia mengumpulkan pembahasan-pemabasan fikih dan hadits. Bahkan Baqi’ bin Makhlad meriwayatkan hadits darinya. Pada perjalanan haji yang kedua, ia wafat dan dimakamkan di Mekah”.
Ia telah banyak mengerjakan amal kebajikan yang menjadi tabungan pahala untuk akhiratnya. Mencatat ilmu fikih dan hadits sehingga bermanfaat bagi orang-orang setelahnya. Namun pernyataan ar-Razi bahwa Baqi’ meriwayatkan hadits darinya perlu ditinjau ulang. Karena Ummu al-Hasan lah yang mempelajari hadits dari Baqi’ bin Makhlad.
Dalam al-Muskitah, Amir Abdullah bin Abdurrahman III bin Muhammad menyatakan, “Seorang wanita berilmu dan shaleh, putri dari Abu Liwa datang setiap Jumat ke majelis Jumatnya Baqi’ bin Makhlad di rumah Abu Abdurrahman. Wanita itu merupakan seorang berilmu yang istimewa. Ia juga telah berhaji”.
Madinah az-Zahra, kota kuno yang dibangun Abdurrahman an-Nashir di Cordoba.
Kesepuluh: Lubna
Lubna adalah seorang sekretasi istana di zaman Khalifah al-Hakam bin Abdurrahman. Di masa Khalifah terbaik Andalusia, Abdurrahman an-Nashir, ia asisten Muzn (sekretaris khalifah). Kepiawaiannya dalam tulis-menulis tak diragukan lagi. Selain itu, Lubna juga mahir dalam tata bahasa, puisi, dan kemampuan matematika yang juga istimewa. Tidak ada seorang yang istimewa di istana Bani Umayyah melebihi dirinya. Ia meninggal sekitar tahun 367 H/986 M.
Banyak orang mengkhawatirkan, kejayaan Islam atau berpegangnnya suatu negara dengan syariat Islam akan membuat kaum muslimah terkurung dan kehilangan hak-hak mereka. Buktinya, sejarah tidak mecatat demikian. Lihatlah wanita-wanita Andalusia berikut ini:
Kesebelas: Isyraq al-Suwayda al-Arudiyyah.
Isyraq adalah pelayan sekaligus murid dari Abu al-Mutharrif’ Abdurrahman bin Ghalbun al-Qurtubi al-Katib. Dia besar di Valencia dan belajar bahasa Arab, nahwu, dan sastra dari Abu al-Muṭarrif selama saat tinggal di Cordoba. Ketika sang guru pergi dari Cordoba, Isyraq pun ikut pindah dari kota itu. walaupun ia banyak belajar cabang keilmuan kepada al-Mutharrif, namun ia mampu mengungguli gurunya dalam keilmuan.
Isyraq memiliki wawasan luas dan pandai menggubah puisi. Puisi Arab berbeda dengan puisi Indonesia. Seseorang mampu membuat puisi Arab, maka ilmu Bahasa Arab dan gramatikanya berada di level yang tinggi. Apalagi sampai dikatakan orang tersebut mahir dalam puisi. Tentu ini tingkatan keilmuan yang luar biasa.
Abu Dawud Sulaiman bin Najah, seorang qari Alquran, mengatakan, “Aku belajar puisi di bawah bimbingannya. Di hadapannya, kubacakan karya Abu Ali Nawadir dan Abu al-Abbas al-Mubarrad al-Kamil. Ia sepenuhnya hafal kedua karya itu. Dan sering memberikan komentar yang rumit pada keduanya.”
Isyraq meninggal di Valencia pada 443 H/1051 M sebagaimana tercatat dalam buku yang ditulis oleh Ibnu Ayyad yang mengupas tentang wanita-wanita yang ahli dalam membaca Alquran.
Alquran di Andalusia
Kedua belas: Zaynab binti Abi Umar Yusuf bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Bar al-Nymayri.
Zaynab tumbuh-besar di wilayah Timur Andalusia. Guru pertamanya adalah ayahnya sendiri. Ia terkenal sebagai wanita yang bijak. Ia juga merupakan ibu dari Ibnu Abdil Bar.
Salah satu contoh tulisan tangan.
Ketiga belas: Fatimah binti Abi Ali al-Husein bin Muhammad as-Sadafi.
Fatimah adalah ulama wanita yang berasal dari Zaragoza. Ia tumbuh-besar di Murcia. Ia berpisah dengan ayahnya sedari kecil. Karena sang ayah bergabung dengan militer ci Cutanda. Fatimah seorang ahli ibadah, penghafal Alquran dan hadits, dan mengisi kehidupannya sesuai dengan nilai-nilai Alquran dan Sunnah Rasulullah .
Kemampuan Fatimah dalam menulis Arab, luar biasa. Wanita Eropa ini juga sangat gemar membaca. Ia menikah dengan Abu Muhammad Abdullah bin Musa bin Burtulah, seorang ulama Kota Murcia. Mereka dikaruinia beberapa orang anak. Di antaranya adalah Abu Bakar Abdurrahman.
Fatimah meninggal di atas tahun 590 H/ 1194 dengan usia lebih dari 80 tahun.

Keempat belas: Fatimah binti Abil Qashim Abdurrahman bin Muhammad bin Ghalib al-Anshari al-Sharrat.
Fatimah binti Abil Qashim berasal dari Cordoba. Kun-yahnya adalah Ummul Fath. Dia menghafal Alquran dengan riwayat Nafi’ dari ayahnya sendiri. Di bawah bimbingan ayahnya ia mempelajari sejumlah besar buku. Di antranya Tanbih al-Makki, al-Shihab al-Quda’I, Mukhtashar at-Tulaytali. Selain itu, Fatimah juga mempelajari Shahih Muslim, Sirah Ibnu Hisyam, al-Kamil al-Mubarrad, Nawadir al-Baghdadi. Dan buku-buku lainnya. Semuanya di bawah bimbingan sang ayah.
Wanita yang hebat ini, juga seorang ibu yang luar biasa, anaknya, Abu al-Qasim bin al-Ṭaylasan meriwayatkan hadits dan Alquran riwayat warsy darinya.
Fatimah wafat pada tahun 613 H/1216 M. Ia dimakamkan di pemakaman Ummu Salamah bersama ayah dan saudara-saudaranya.
Kelima belas: Sayyidah binti Abdul Ghani bin Ali bin Utsman al-Abdari.
Kun-yahnya adalah Ummul Ala’. Sayyidah berasal dari Granada, tapi ayahnya –sepupu dari Abul Hajjaj bin Yusuf bin Ibrahim bin Utsman al-Thagri- tinggal di Murcia.
Ayahnya menjabat hakim di Orihuela. Kemudian sang ayah meninggal saat ia masih kecil, jadilah Sayyidah seorang anak yatim. Di Murcia, ia banyak belajar Alquran dan menjadi ahli dalam bidang tersebut. Kemampuan menulisnya luar biasa. Ia pun diangkat menjadi seorang pengajar di komplek kerajaan dan istana sampai sekitar tiga tahun menjelang wafat. Karena sakit keras yang ia derita mencegahnya untuk beraktivitas. Di masa-masa itu, ia tetap menyibukkan diri dengan dunia mengajar. Hanya saja, muridnya hanya dua orang putrinya.
Selain sibuk dengan Alquran, buku-buku karya ulama, dan ibadah-ibadah individual, Sayyidah juga menjadi motivator umat dalam kegiatan sosial. Ia berusaha sekuat mungkin menyisihkan kekayaannya untuk membebaskan budak.
Sayyidah wafat karena penyakit yang ia derita pada Selasa sore, tanggal 5 Muharram 647 H/20 April 1249. Ia dimakamkan pada hari Rabu esok harinya. Di dekat masjid, di pinggiran Tunisia.

Keenam belas: Layla
Layla, mantan budak yang dibebaskan mentri Abu Bakr bin al-Khattab. Layla berasal dari Murcia. Hakim Abu Bakar bin Abi Jamra memujinya sebagai perempuan terbesar di eranya, dalam pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai ilmu.
Banyak laki-laki yang datang meminangnya, tapi ia menolak mereka. Dan kemudian memilih Hakim Agung Granada, Abu al-Qasim bin Hisyam bin Abi Jamra. Seorang ulama yang shaleh dan berpengetahuan luas dan berasal dari keluarga yang mulia.
Layla wafat pada tahun 528 H/1133 M.
Andalusia
Ketujuh belas: Hafshah
Hafsha adalah anak dari seorang ulama, Abu Imran Musa bin Hammad al-Sanhaji. Al-Malahi berkata tentang Hafshah, “Ia menikah dengan hakim Abu Bakr Muhammad bin Ali al-Ghassani al-Marshani. Ia adalah wanita yang mulia. Seorang penghafal Alquran dan cukup mumpuni dalam seni kaligrafi.
Hafshah juga seorang ahli dalam hokum dan akidah. Ia banyak mengutip fatwa ayahnya dalam berbagai kesempatan.
Lahir pada tahun 519 H/1125 M. Dan wafat di Granada. Ia dimakamkan di Pemakaman Bab Elvira
Kedelapan belas: Hafshah binti Abi Abdullah Muhammad bin Ahmad as-Salami.
Hafshah binti Abi Abdullah adalah guru dalam 7 bacaan Alquran (Qiroah Sab’ah). Ia mempelajari qirorah sab’ah dari ayahnya. Dari ayahnya ia juga menghafal banyak buku hadits dan karya-karya para ulama dari berbagai macam disiplin ilmu. Selain itu, ia juga mempelajari kitab al-Muwattha.
Al-Mahalli mengatakan, “Saya mendapatkan informasi bahwa ia membaca kitab al-Muwattha di hadapan kakek dari jalur ayah (paman ayahnya), Abu Bakr Yahya bin Arus at-Tamimi”. Ia adalah wanita yang fasih lisannya dan sangat pandai membaca. Ia dapat membaca manuskrip-manuskrip yang tulisannya sulit dibaca.
Ia wafat di usia muda, 27 tahun. pada 15 Ramadhan 580 H/20 Desember 1184 M.

Kesembilan belas: Aisyah
Asiyah adalah anak perempuan dari al-Qadhi Abu al-Khattab Muhammad bin Ahmad bin Khalil. Ia meriwayatkan hadits dari ayahnya. Selain itu, ia juga mendapatka ijazah pengakuan keilmuan dari beberapa ulama. Ia dikenal sebagai wanita yang bijak yang memiliki pengetahuan yang detil tentang nasab keluarganya.
Aisyah dikenal sebagai wanita yang teliti, ahli, dan perhatian. Namun ia hanya memiliki sedikit murid.
Kedua puluh: Dhunah binti Abdul Aziz bin Musa bin Thahir bin Muta’.
Dhunah dikenal juga dengan kun-yahnya, Ummu Habibah. Ia adalah istri dari Abul Qasim bin Mudir. Ia belajar di bawah bimbingan Abu Umar bin Abdul Barr dan berhasil menstraskrip beberapa karya gurunya ini. Gurunya yang lain adalah Abul Abbas al-‘Udhri.
Sisi menarik dari Dhunah adalah suaminya belajar darinya. Wanita yang terkenal dengan kerendahan-hati dan keshalehannya ini mampu menulis dengan indah.
Ia lahir ada tahun 437 H/1045 M dan wafat pada tahun 506 H/1112 M.

Penutup
Demikianlah beberapa figur wanita istimewa di zaman kejayaan Islam di Andalusia. Tentu keistimewaan mereka menjawab keraguan atau tuduhan miring yang diarahkan kepada umat Islam. Tuduhan tanpa bukti yang menyatakan bahwa syariat Islam merendahkan dan menghalangi kemajuan wanita.
Hal menarik lainnya yang kita dapat petik pelajaran dari profil-profil mereka adalah mereka memiliki ayah atau suami yang berilmu. Tidak hanya berilmu, ayah dan suami mereka memiliki perhatian yang besar dalam mendidik keluarganya. Kemudian kesibukan mereka sebagai ibu rumah tangga tidak menghalangi mereka dari menuntut ilmu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menghadapi taqdir yang buruk

Bukanlah yang dimaksud dengan kata takdir dalam frasa “takdir buruk” pada judul di atas adalah perbuatan Allah menakdirkan suatu peristiwa....