Khutbah Pertama:
إِنَّ الْحَمْدَ
لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ ،
وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا ؛
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَاهَادِيَ لَهُ ،
وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ
وَأَصْحَابِهِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ
أَيُّهَا
النَّاسُاِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى،
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala lah
yang menciptakan seluruh makhluk-Nya. Di antara mereka ada yang beriman dan di
antara mereka ada yang kafir. Allah Ta’ala berfirman,
فَمِنْهُمْ شَقِيٌّ
وَسَعِيدٌ* فَأَمَّا الَّذِينَ شَقُوا فَفِي النَّارِ لَهُمْ فِيهَا زَفِيرٌ
وَشَهِيقٌ* خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتْ السَّمَوَاتُ وَالأَرْضُ إِلاَّ مَا
شَاءَ رَبُّكَ إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ* وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا
فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتْ السَّمَوَاتُ وَالأَرْضُ إِلاَّ
مَا شَاءَ رَبُّكَ عَطَاءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ
“…maka di antara mereka ada yang celaka dan
ada yang berbahagia. Adapun orang-orang yang celaka, maka (tempatnya) di dalam
neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih),
mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu
menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang
Dia kehendaki. Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam
surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika
Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.”
(QS. Hud: 105-108).
Ibadallah,
Sesungguhnya kebinasaan dan kebahagiaan
memiliki sebab yang melatar-belakanginya. Kebinasaan atau celaka disebabkan
kufur kepada Allah ‘Azza wa Jalla, maksiat, dan perbuatan jelek
lainnya kemudian tidak disertai taubat oleh pelakunya. Sedangkan kebahagiaan
sebabnya adalah amal shaleh dan takwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kata seorang penyai:
Kebahagiaan itu bukan karena bertumpuknya
harta. Tetapi takwa itulah yang membuat bahagia.
Takwa merupakan sebaik-baik perbekalan. Dan
bagi mereka yang bertakwa ada nikmat tambahan.
Ibadallah,
Ada tiga tabiat yang mampu mengantarkan
seseorang untuk memperoleh kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat. Ketiga
tabiat tersebut adalah (1) apabila diberi, bersyukur, (2) apabila diuji,
bersabar, dan (3) apabila berdosa, beristighfar atau bertaubat. Inilah tiga
komponen kehidupan yang mampu mengantarkan seseorang menuju kebahagiaan.
Pertama, apabila diberti, bersyukur.
Apabila seseorang, Allah berikan suatu nikmat
kepadanya, maka ia akan bersyukur kepada Allah atas kenikmatan tersebut.
Mempergunakan kenikmatan itu untuk membantunya menaati Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Ia pun memuji Allah atas nikmat tersebut. Baik memuji-Nya secara
zahir maupun batin. Mengakui bahwasanya nikmat tersebut dari Allah. Tidak ada
daya dan upaya untuk mendapatkannya kecuali dari Allah. Dan syukur pun memiliki
tiga rukun:
(1) Menyebut-nyebut atau menceritakan
kenikmatan tersebut.
(2) Mengakuinya berasal dari Allah, secara
lahir dan batin.
(3) Menggunakannya dalam ketaatan kepada
Allah.
Inilah orang yang berhasil menggunakan
kenikmatan sebagai anugerah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Adapun
orang-orang yang tidak bersyukur, maka Allah peringatkan mereka dengan adzab.
Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذْ تَأَذَّنَ
رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي
لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih”. (QS. Ibrahim: 7)
Syukur itu bukan hanya di lisan saja. Akan
tetapi syukur itu hadir di lisan dengan ucapan, di hati dengan pengakuan, dan
pada anggota badan dengan amalan ketaatan. Allah Ta’ala berfirman,
اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ
شُكْراً وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِي الشَّكُورُ
“Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur
(kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.”
(QS. Saba’: 13).
Kedua, apabila diuji, bersabar.
Allah Jalla wa ‘Ala berifirman,
وَنَبْلُوكُمْ
بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan
kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu
dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya: 35).
Fitnah yang dimaksud dalam ayat di atas adalah
ujian. Allah uji manusia dengan kebaikan dan keburukan. Orang yang diuji dengan
kejelekan ia bersabar dan ketika diuji dengan kenikmatan ia bersyukur, inilah
orang-orang yang mendapatkan kebahagiaan.
Adapun orang-orang yang jika diberi nikmat dia
kufur. Jika ditimpa musibah, dia murka kepada takdir Allah. Inilah orang-orang
yang celaka dan binasa. Orang yang demikian tidak akan mencapai derajat yang
utama dan tidak pula apa yang mereka dapatkan bermanfaat dari apa yang mereka
lakukan. Apa yang mereka lakukan hanya akan mengantarkan kepada kehancuran.
Jika Allah memberikan nikmat kepada kita, maka
bersyukurlah, janganlah menjadi orang yang sombong karenanya. Jangan
menggunakan kenikmatan yang Dia berikan untuk bermaksiat kepada-Nya. Jangan
gunakan untuk memenuhi syahwat. Jangan menggunakannya untuk jalan-jalan berwisata
di negeri kafir, melihat apa yang mereka lakukan. Bisa jadi kita menjadi
seperti mereka atau bahkan lebih jelek dari mereka.
Orang-orang kafir mengejek sebagian umat Islam
yang datang ke negeri mereka. Lalu sebagian orang muslim tadi pun melakukan
kekufuran, fajir, dan kefasikan agar diterima di kalangan orang-orang
kafir, wal ‘iyadzubillah.
Tabiat yang kedua ini, apabila diuji bersabar,
Allah tetapkan agar semakin tampaklah mana orang-orang yang bersabar dan mana
orang-orang yang tidak sabar. Allah Ta’ala berfirman,
(وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
بِشَيْءٍ مِنْ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنْ الأَمْوَالِ وَالأَنفُسِ
وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرْ الصَّابِرِينَ* الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ
قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ*)
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan
kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan
buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna
lillaahi wa innaa ilaihi raaji´uun”.” (QS. Al-Baqarah: 155-156).
Kemudian Allah lanjutkan firman-Nya, memuji
orang-orang yang berbuat demikian.
أُوْلَئِكَ عَلَيْهِمْ
صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُوْلَئِكَ هُمْ الْمُهْتَدُونَ
“Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang
sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 157).
Allah Jalla wa ‘Ala akan memberi musibah
kepada para hamba-Nya sebagai ujian. Dan musibah yang paling besar dan paling
berat adalah musibah yang menimpa para nabi kemudian orang-orang yang lebih
rendah derajatnya dari para nabi. Kita bisa membaca sendiri di dalam Alquran,
bagaimana perjalanan hidup para nabi? Bagaimana musibah yang menimpa mereka?
Bagaimana gangguan yang mereka terima dari orang-orang kafir?
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ
تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ
قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمْ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ
الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ
اللَّهِ قَرِيبٌ
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk
surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang
terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta
digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan
orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?”
Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al-Baqarah:
214).
Pertolongan Allah datang bersama kesabaran.
Kebahagiaan itu hadir setelah adanya musibah. Dan kemudahan ada bersama
kesulitan. Mereka tidak berputus asa walaupun musibah yang menimpa mereka
semakin berat. Mereka bersabar atas bala’ dan bencana. Balasan mereka adalah
kebaikan.
Ketiga, apabila berdosa, bersitighfar dan
bertaubat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ ابْنِ آدَمَ
خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
“Setiap anak Adam melakukan kesalahan. Dan
sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah mereka yang bertaubat.”
Seseorang itu berpotensi melakukan kesalahan.
Namun apabila dosa-dosa itu menyebabkannya menjadi orang yang berputus asa dari
rahmat Allah, maka dia akan menjadi orang yang celaka dan binasa. Jika saja
orang yang banyak melakukan dosa bertaubat, maka Allah akan terima taubatnya,
dan akan Allah balas dengan kebaikan. Allah Ta’ala berfirman,
وَسَارِعُوا إِلَى
مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ
لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari
Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan
untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran: 133).
Demikian juga dengan firman-Nya,
وَالَّذِينَ إِذَا
فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ
وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا
وَهُمْ يَعْلَمُونَ* أُوْلَئِكَ جَزَاؤُهُمْ مَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ
تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَنِعْمَ أَجْرُ
الْعَامِلِينَ
“Dan (juga) orang-orang yang apabila
mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan
Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat
mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan
kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari
Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka
kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.”
(QS. Ali Imran: 136-137).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالتَّائِبُ مِنَ
الذَّنْبِ كَمَنْ لا ذَنْبَ لَهُ
“Orang-orang yang bertaubat dari dosa-dosa,
bagaikan orang yang tidak memiliki dosa.”
Oleh karena itu, janganlah seseorang merasa
putus asa dari rahmat Allah dan ampunan-Nya. Yang harus dilakukan seseorang
adalah bersegera bertaubat kepada-Nya.
قُلْ يَا عِبَادِي
الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ
إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعاً إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ*
وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang
malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari
rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah
Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu,
dan berserah dirilah kepada-Nya” (QS. Az-Zumar: 53-54).
Barangsiapa yang bertaubat kepada Allah,
sebanyak apapun dosa dan kesalahannya, Allah akan menghapus semua dosa dan kesalahan
tersebut. Dia akan menghapus semua kejelekan yang telah hamba tersebut lakukan.
Membersihkannya dari noda dosa jika taubatnya benar-benar jujur, bukan hanya di
mulut saja.
Oleh karena itu, taubat pun memiliki syarat
agar diterima:
Syarat pertama: meninggalkan perbuatan dosa.
Apabila seseorang beristighfar kepada Allah,
memohon ampunan kepada-Nya, tapi ia tidak berpaling dari perbuatan dosa
tersebut, maka taubatnya hanya sebatas ucapan saja. Dia tidak disebut orang
yang bertaubat kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Orang yang demikian
malah dikatakan orang yang bermain-main saja dengan taubatnya. Meninggalkan
perbuatan dosa adalah syarat pertama diterimanya taubat.
Syarat kedua: bertekad agar tidak kembali melakukan dosa tersebut selama
hidupnya.
Apabila saat bertaubat masih ada keinginan
kembali melakukan dosa tersebut, taubat yang demikian tidaklah diterima di sisi
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Harus ada ketetapan di hatinya saat
bertaubat, bahwa ia tidak akan mengulangi perbuatan dosa serupa. Apabila di
hatinya masih tersimpan hasrat melakukan dosa semisal, maka dosa yang sama yang
ia lakukan tidak terhapus.
Syarat ketiga: menyesali perbuatan tersebut.
Syarat keempat: apabila dosa tersebut terkait dengan
kezaliman sesama manusia dalam hak atau harta mereka, maka disyaratkan harus
mengembalikan harta atau meminta maaf kepada mereka.
Jadi taubat itu bukan hanya di lisan saja.
Syarat kelima: ketika nyawa belum sampai tenggorokan.
وَلَيْسَتْ التَّوْبَةُ
لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمْ الْمَوْتُ
قَالَ إِنِّي تُبْتُ الآنَ
Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari
orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada
seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: “Sesungguhnya saya
bertaubat sekarang”. (QS. Annisa: 8).
Seseorang yang menunda taubat hingga nyawanya
berada di tenggorokan, yang saat itu ia tahu akan berpisan dengan kehidupan,
maka tidak diterima taubatnya. Taubat adalah di saat sehat dan di saat hidup.
Adapun taubat saat seseorang sudah merasa hidupnya akan berakhir, maka tidak
diterima taubatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ
تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ
“Sesungguhnya Allah menerima taubat hamba
selama nyawa belum sampai di tenggorokan.”
Yakni saat ruhnya belum mencapai
tenggorokannya. Jika yang demikian diterima, niscaya manusia hanya akan
bertaubat ketika kematian telah datang kepada mereka. Ada orang-orang yang
meremehkan kemaksiatan mereka sering berucap, urusannya gampang, Allah Maha
Pengampun dan Maha Penyayang. Iya betul, memang Allah Maha Pengampun dan
Penyayang, tapi kepada siapa? Kepada orang-orang yang mau bertaubat.
Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنِّي لَغَفَّارٌ
لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحاً ثُمَّ اهْتَدَى
“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi
orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang
benar.” (QS. Thaha: 82).
Inilah orang-orang yang akan diterima
taubatnya dan diampuni oleh Allah. Adapun orang-orang yang mengatakan, “nanti
aku bertaubat” atau orang-orang yang bersadar hanya dengan berharap kepada
Allah karena Allah Maha Pengampun dan Penyayang, ini adalah angan-angan dan
kedustaan semata. Mereka tidak berhak untuk mendapatkan qabul, penerimaan di
sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ibadallah,
Barangsiapa yang memiliki ketiga sifat yang
telah disebutkan di atas, maka merekalah orang-orang yang berbahagia. Apabila
mereka diberi, mereka bersyukur. Diberi ujian, mereka bersabar. Dan berdosa,
mereka segera bertaubat dan beristighfar. Ketiga hal ini adalah pengantar
kebahagiaan hakiki kepada seseorang.
Kita memohon kepada Allah, agar Dia memeberi
taufik kepada kita mengamalkan ketiga sifat yang agung ini. Semoga Allah
menganugerahkan dan meberi hidayah saya dan Anda untuk bertaubat kepada-Nya.
Kemudian menganugerahkan ampunan kepada kita semua.
Ketiga hal inilah yang mengantarkan kepada
kebahagiaan. Kebahagiaan itu bukan dengan harta dan anak-anak. Bukan juga
dengan kepemimpinan dan kekuasaan. Bahagia juga bukan dengan memperturutkan
syahwat. Kebahagiaan yang hakiki adalah bertakwa kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
وَفَقَنَا اللهُ
وَإِيَّاكُمْ لِتَقْوَاهُ، وَالْعَمَلِ بِمَا يَرْضَاهُ، إِنَّهُ قَرِيْبٌ مُجِيْبٌ،
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ
المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ
الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
عَلَى فَضْلِهِ وَإِحْسَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ
لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا،
أَمَّا بَعْدُ:
أَيُّهَا النَّاسُ،
اِتَّقُوْا اللهَ وَأَطِيْعُوْهُ، وَتُوْبُوْا إِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوْهُ،
Ibadallah,
Ada orang-orang yang melakukan dosa-dosa
besar, sperti meninggalkan shalat, tidak membayar zakat, menjadi seorang
liberal, dan atheis. Mereka berkata, “iman itu dengan hati bukan dengan
shalat.”. Iman itu bukan hanya dengan amalan hati. Iman itu dengan hati, lisan,
dan anggota badan,
Menurut pemahaman yang benar, pemahaman
Ahlussunnah wal jamaah, iman itu adalah ucapan lisan, keyakinan hati, dan amal
anggota badan. Adapun orang-orang yang meremehkan shalat, tidak membayar zakat,
dan ragu-ragu dalam akidah mereka, mereka adalah seperti orang-orang yang Allah
firmankan,
مَا سَلَكَكُمْ فِي
سَقَرَ * قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ * وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ
الْمِسْكِينَ * وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ الْخَائِضِينَ * وَكُنَّا نُكَذِّبُ
بِيَوْمِ الدِّينِ * حَتَّىٰ أَتَانَا الْيَقِينُ * فَمَا تَنْفَعُهُمْ شَفَاعَةُ
الشَّافِعِينَ
“Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar
(neraka)?” Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang
mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan
adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang
membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan, hingga datang
kepada kami kematian”. Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat dari
orang-orang yang memberikan syafaat. (QS. Al-Mudatstsir: 43-48).
“Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang
mengerjakan shalat”, ini adalah sebuah pelanggaran besar karena ia meninggalkan
satu rukun Islam yang utama. Rukun Islam setelah dua kalimat syahadat.
“dan kami tidak (pula) memberi makan orang
miskin” maksudnya kami dahulu tidak membayar zakat.
“dan adalah kami membicarakan yang bathil,
bersama dengan orang-orang yang membicarakannya”, membicarakan tentang akidah
dan perkara-perkara pokok dalam agama dalam bentuk keraguan dan membuat orang
lain meragukannya. Mereka mengatakan, Islam itu bukan dengan shalat, Islam itu
nilai-nilai demikian dan demikian. Bukan hanya Islam yang mengajak kepada
Allah, mengajak kepada kebenaran, dll.
Oleh karena itu, bagi setiap muslim hendaknya
mereka bertakwa kepada Allah. Menyelamatkan dirinya sebelum kematian datang.
Berdoa kepada Allah untuk kebaikan dunia dan akhiratnya. Senantiasa memperbaiki
diri, kemudian juga berusaha memperbaiki lingkungan sekitarnya. Mengajak kepada
kebaikan dan melarang dari kemungkaran. Dan berdakwah kepada Allah dengan modal
ilmu dan petunjuk. Allah Ta’ala berfirman,
وَالْعَصْرِ* إِنَّ
الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ* إِلاَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu
benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-Ashr: 1-3).
Inilah profil mukmin sejati. Semoga Allah
menjadikan saya dan Anda semua termasuk seorang mukmin yang sejati.
ثم اعملوا عباد الله،
أنَّ خَيْرَ الحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الهُدَى هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ بِدْعَةٍ
ضَلَالَةٌ، وَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ، فَإِنَّ يَدَ اللهِ عَلَى الجَمَاعَةِ،
وَمَنْ شَذَّ شَذَّ فِي النَّارِ.
(إِنَّ
اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا)، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ
عَلَى نَبِيِّناَ مُحَمَّدٍ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ،
اَلْأَئِمَّةِ المَهْدِيِّيْنَ، أَبِي بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ، وَعَلِيٍّ،
وَعَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى
يَوْمِ الدِّيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ
الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ
وَالْمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَدَمِّرْ
أَعْدَاءَ الدِّيْنَ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ المُوَحِّدِيْنَ، يَا حَيُّ يَا
قَيُّوْمُ يَا سَمِيْعَ الدُّعَاءِ، اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا،
وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ
خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ
وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّهُ وَتَرْضَاهُ مِنْ سَدِيْدِ الأَقْوَالِ
وَصَالِحِ الأَعْمَالِ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ . (رَبَّنَا ظَلَمْنَا
أَنفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنْ الْخَاسِرِينَ)،
عَلَى اللهِ تَوَكَّلْنَا، (رَبَّنَا لا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلْقَوْمِ
الظَّالِمِينَ* وَنَجِّنَا بِرَحْمَتِكَ مِنْ الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ).
عِبَادَ اللهِ، (إِنَّ
اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى
عَنْ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُونَ)، (وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلا تَنقُضُوا
الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمْ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً
إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ)، فَذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ،
وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر، وَاللهُ
يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.