DR. Muhammad bin Musa Alu Nashr
Manhaj para nabi
maksudnya adalah jalan, metode dan sarana yang ditempuh oleh para Rasul dalam
berdakwah kepada Allah. Dakwah kepada Allah adalah kewajiban dan satu keharusan
agama. Sejauh dakwah ini sesuai dengan manhaj para rasul termasuk Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dakwah ini akan di terima disisi Allah,
berhasil dan memiliki pengaruh baik serta terbukti memberikan hasil dengan
idzin Rabb. Namun setiap kali dakwah itu jauh dari manhaj para rasul, baik
dahulu atau sekarang, dakwah ini akan pahit hasilnya, tertolak dan membuat
fitnah.
Dakwah seperti ini,
ibarat orang yang mengurai benang setelah di pintal. Sudah menjadi kewajiban
setiap da’i dan orang yang berkecimpung didalamnya untuk mengetahui, memahami
dan mengikuti jalan yang telah di tempuh oleh para nabi dalam dakwah mereka
kepada Allah. Allah telah menjelaskan dalam kitabNya dan menceritakan kepada
kita kisah-kisah para nabi. Dia jelaskan jalan, cara dan hal yang diutamakan
para nabi. Demikian juga Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
menjelaskan haal itu dalam sunnahnya yang shahih.
Saya tidak ingin
memperpanjang pembukaan ini. Saya jelaskan beberapa point penting diantaranya:
1. Diantara Tanda
Manhaj Dakwah Para Nabi Yang Paling Jelas Adalah Ikhlas.
Mereka ikhlas dalam
dakwah dengan hanya mencari wajah Allah. Ikhlas merupakan ruh amal shalih,
sedangkan dakwah kepada Allah merupakan amal shalih dan ketaatan yang paling
utama yang bisa mendekatkan seorang da’i kepada Allah. Demikianlah Allah
memerintahkan kiat berbuat ikhlas dan menyatakan, ikhlas menjadikannya syarat
diterima dan selamatnya satu amalan. Allah tidak akan menerima satu
perbuatanpun kecuali dengan keikhlasan mencari wajah Allah. Allah berfirman:
أَلاَ لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ
Maka sembahlah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. [Az-Zumar/39 : 2]
وَمَآ أُمِرُوْا إِلاَّ لِيَعْبُدُوْااللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ
حُنَفَآءَ
Padahal mereka tidak
disuruh keculi supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya
dalam (menjalankan) agama dengan lurs. [Al-Bayyinah/98 : 5]
Allah berfirman dalam
sebuah hadits qudsi:
أَنَا أَغْنَى الشُّرَكََاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أََشْرَكَ
فِيْهِ غَيْرَهُ تَرَكْتُهُ وَ شِرْكَهُ
Saya adalah dzat yang
paling tidak butuh kepada sekutu (teman). Barangsiapa melakukan satu perbuatan,
dia sekutukan aku dengan yang lain pada amal itu, maka aku tinggalkan (biarkan)
ia dengan sekutunya.
Allah tidak akan
menerima satu amalanpun, kecuali dengan ikhlas dan sesuai petunjuk Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah maksud dari firman Allah:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَآءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا
وَلاَيُشْرِكُ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Barangsiapa mengharap
perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan
janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Rabb-nya. [Al
Kahfi/18:110]
Oleh karena itu para
ulama’ berkata: Syarat diterimanya sebuah amal shallih ada dua yaitu amal
perbuatan tersebut diikhlaskan untuk mencari wajah Allah dan syarat kedua
adalah amal tersebut harus sesuai petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Rasulullah bersabda:
مَنْ أَحْدَثََ فِيْ أَمْرِنَا هَذََ مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوََ رَدٌّ
Barangsiapa yang
membuat sesuatu yang baru (yang tidak ada petunjuk dari Rasul) dalam agama kita
ini maka ia tertolak.
Dan
مَنْ عَمِلََ عَمَلاً لَيْسََ عََلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Barangsiapa yang
melakukan satu amalan yang tidak ada perintah kami maka amalan itu tertolak.
Wahai
saudara-saaudaraku …
Perhatikanlah ! bagaimana ketidak ikhlasan bisa menyebabkan sebuah amal tertolak dan kebinasaan si pelaku. Na’udzubillah
Perhatikanlah ! bagaimana ketidak ikhlasan bisa menyebabkan sebuah amal tertolak dan kebinasaan si pelaku. Na’udzubillah
Dalam sebuah hadits
yang shahih, yang maknanya : Tiga orang Pertama yang menjadi bahan bakar neraka
adalah orang berilmu, orang yang mati syahid dan orang yang dermawan. Orang
alim yang Allah berikan ilmu dan hikmat. Dia dibawa dihadapan Allah, Allah
menyebutkan nikmat-nikmat lalu dia mengakuinya. Allah berkata kepada orang itu:
“Hai hambaku, Aku telah memberikan ilmu kepadamu. Apa yang lakukan dengannya?”
Orang itu menjawab: “Wahai Rabbku, aku telah mempelajari dan mengajarkan !”
Lalu Allah berfirman: “Engkau bohong ! Engkau belajar dan mengajarkannya agar engkau disebut orang berilmu dan ucapan tersebut sudah terucap. Lalu Allah mengambil wajah orang tersebut dan mencampakkannya di neraka Jahannam. Demikian juga yang Allah lakukan kepada orang yang mati syahid berjuang bukan untuk mencari wajah Allah dan tidak untuk meninggikan kalimat Allah. Dia berjuang supaya disebut pemberani. Demikian juga Allah memperlakukan orang yang dermawan namun dia dermawan bukan karena Allah, dia berbuat demikian suapaya disebut dermawan. [Hadits Shohih]
Orang itu menjawab: “Wahai Rabbku, aku telah mempelajari dan mengajarkan !”
Lalu Allah berfirman: “Engkau bohong ! Engkau belajar dan mengajarkannya agar engkau disebut orang berilmu dan ucapan tersebut sudah terucap. Lalu Allah mengambil wajah orang tersebut dan mencampakkannya di neraka Jahannam. Demikian juga yang Allah lakukan kepada orang yang mati syahid berjuang bukan untuk mencari wajah Allah dan tidak untuk meninggikan kalimat Allah. Dia berjuang supaya disebut pemberani. Demikian juga Allah memperlakukan orang yang dermawan namun dia dermawan bukan karena Allah, dia berbuat demikian suapaya disebut dermawan. [Hadits Shohih]
Wahai saudaraku …
Keikhlasan itu harus ada pada diri seorang da’i. Jika seorang da’i tidak jujur dan tidak ikhlas, maka dia tidak mendapat taufik dari Allah dalam dakwahnya dan tidak mendapatkan pertolongan, pemeliharaan Allah serta Allah tidak akan memperdulikannya. Bertolak dari ini Allah berfirman tentang hak Yusuf Alaihissallam seorang pemuda yang memiliki keikhlasan:
Keikhlasan itu harus ada pada diri seorang da’i. Jika seorang da’i tidak jujur dan tidak ikhlas, maka dia tidak mendapat taufik dari Allah dalam dakwahnya dan tidak mendapatkan pertolongan, pemeliharaan Allah serta Allah tidak akan memperdulikannya. Bertolak dari ini Allah berfirman tentang hak Yusuf Alaihissallam seorang pemuda yang memiliki keikhlasan:
كَذَلِكَ لِنَصْرِفُ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَآءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا
الْمُخْلَصِينَ
Demikianlah, agar
Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu
termasuk hamba -hamba kami yang terpilih. [Yusuf/12:24]
Dalam sebuah qira’ah
yang mutawatir الْمُخْلَصِينَ . Mukhlis adalah oraang yang ikhlas dalam beramal sedangkan
mukhlash adalah orang yang Allah berikan keikhlasan dalam beribadah, ketaatan
dan pembuktian penghambaannya di muka bumi.
Perhatikanlah tiga
orang yang terpaksa menginap di gua, lalu batu pegunungan jatuh menutupi pintu
gua. Apa yang telah menyelamatkan mereka dari musibah tersebut ? Yang telah
menyelamatkan dari bencana tersebut adalah kejujuran dan keikhlashan mereka.
Masing-masing mereka
berdo’a kepada Allah dengan perantara amalan mereka yang diikhlaskan kepada
Allah. Salah seorang diantara mereka berkata: “Tidak ada yang bisa
menyelamatkan kalian dari batu besar ini, kecuali permohonan kalian kepada
Allah dengan perantara amal shalih kalian”. maksudnya amalan yang paling
ikhlas. Inilah satu jenis tawassul yang di perbolehkan dengan menjadikan amal
shalih sebagai perantara kepada Allah. Kemudian masing berdo’a kepada Allah
dengan amal shalihnya.
Orang pertama berdo’a
kepada Allah dengan perantara bakti kepada kedua orangtuanya. Orang kedua
berdo’a dengan perantara kemampuan menjaga kesuciannya dan meninggalkan zina
pada saat dia mampu. Orang ketiga berdo’a dengan sifat amanahnya. Kemudian batu
besar tersebut bergerak dan bergeser sehingga akhirnya mereka bisa keluar.
Inilah balasan ikhlas bagi pelakunya.
Seorang da’i harus
ikhlas supaya mendapatkan taufik dalam dakwahnya dan dakwahnya diterima oleh
masyarakat. Orang ikhlas dicintai Allah dan dicintai manusia. Jika Allah suka
kepada seorang hamba, dia akan memanggil Malaikat Jibril: ‘Ya Jibril saya suka
kepada si Fulan, hendaklah kalian mencintainya!” kemudian Jibril memanggil para
malaikat: “Sesungguhnya Allah suka kepada si fulan, maka cintailah ia !”
kemudian ia di jadikan diterima di muka bumi. Orang ikhlas diterima hati banyak
orang. Dengan sebab mereka dan dakwah mereka ini, Allah berkenan membuka hati
yang tertutup, telinga yang tuli dan mata yang buta.
2. Ilmu Dan Bashirah.
Allah berfirman.
Allah berfirman.
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُوا إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاوَمَنِ
اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللهِ وَمَآأَنَا مِنَ الْمُشْرِكِين
Katakanlah, “Inilah
jalanku (agamaku). Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada
Allah dengan hujjah yang nyata. Mahasuci Allah, dan aku tiada termasuk
orang-orang yang musyrik. [Yusuf/12:108]
َ
Dalam ayat ini, Allah jelaskan, jalan dakwah kepada Allah merupakan jalannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru dengan bashirah dari Allah dan mengajak dengan ilmu dan kepada ilmu, karena ilmu adalah pondasi perbaikan agama.
َ
Dalam ayat ini, Allah jelaskan, jalan dakwah kepada Allah merupakan jalannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru dengan bashirah dari Allah dan mengajak dengan ilmu dan kepada ilmu, karena ilmu adalah pondasi perbaikan agama.
Ketika penduduk
Makkah berada dalam kerusakan; rusak aqidah dan akhlaq. Mereka memakan bangkai,
mengubur anak perempuan hidup-hidup, meminum khamer, melakukan perbuatan yang
membinasakan dan membuat patung-patung dari kurma dan lainnya, jika lapar
mereka memakan patung tersebut.
Ayat-ayat yang turun
mengajak kepada ilmu, mengajak membaca dan menyuruh dengan perintah yang lain
banyak, karena ilmu merupakan asas perbaikan. Karenanya lima ayat yang pertama
kali turun, mengajak membaca, belajar dan mengajar. Allah berfirman
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ . خَلَقَ الإِنسَانَ
مِنْ عَلَقٍ . اقْرَأْ وَرَبُّكَ اْلأَكْرَمُ . الَّذِي عَلَّمَ
ابِالْقَلَمِ . عَلَّمَ اْلإِنسَانَ مَالَمْ يَعْلَمْ
Bacalah dengan
(menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Paling Pemurah, Yang mengajar
(manusia) dengan perantaraan kalam. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan
kalam. [Al Alaq/96:1-5)
Ayat-ayat permulaan
ini tidak mengajak nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memecahkan wadah khamer,
menghancurkan patung, ataupun yang lain, akan tetapi mengajak kepada ilmu.
Allah telah mengajar manusia apa yang belum ia ketahui, mengeluarkan manusia
dari perut ibunya dalam keadaan tidak mengetahui apapun. Lalu memberikan kalian
pendengaran, penglihatan dan hati. Setiap kali manusia itu belajar dan memahami
agamanya, dia akan semakin dekat kepada Rabbnya. Dan setiap kali mereka
mengetahui tipu daya syaithan manusia dan jin, maka semakin mengenal kebenaran
dan mengikutinya, mengenal keburukan dan menjauhinya.
Demikianlah
seharusnya. Ketika rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim para da’i
dan tenaga pengajar, beliau mengirim Mush’ab bin umair ke Madinah, mengutusnya
dalam keadan mengerti tugas sebagai pengajar dan mengerti materi yang
diserukan. Demikian juga Rasulullah mengirim Abu Musa Al-‘As’ariy dan Mu’az bin
Jabal ke Yaman. Mereka itu dalam keadaan mengerti apa yang akan mereka
dakwahkan. Ketika Rasulullah mengutus Mu’az ke Yaman, beliau berkata:
Sesungguhnya engkau
akan mendatangi satu kaum dari ahli kitab, maka hendaklah yang pertama kali kau
dakwahkan adalah SYAHADATU AN LAAILAHA ILLAH WA ANNA MUHAMMADAN RASULULLAH
(persaksian bahwa tiada tuhan yang berhak di semabah kecuali Allah dan
persaksian bahwa Muhammad Rasulullah) jika mereka mentaatimu maka
beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibka kepada mereka sholat
lima waktu …[Hadits].
Rasul tidak pernah
mengirim orang awam atau orang bodoh untuk mengajak manusia kepada agama ini,
akan tetapi hanya mengutus para da’I dan ulama’. Dari sini kita dapat
mengetahui bahaya dan mudlaratnya sebagian jama’ah-jama’ah dakwah yang
mengumpulkan orang dari pasar, lalu mengarahkan mereka dan mengutus mereka
sebagai khatib dan pemberi peringatan. Mereka menasehati dan mengingatkan
manusia, sementara mereka tidak memiliki ilmu. Sehingga mereka menganggap jelek
sesuatu yang baik dan menganggap benar sesuatu yang salah.
Mereka menyebarkan
hadits-hadits palsu dan cerita-cerita bohong mengenai Rasulullah. Mereka
menyangka telah berbuat baik padahal tidak.
Oleh karena itu,
seorang da’i harus mengetahui keadaan obyek dakwah, subyek dan materi dakwahnya
serta memiliki kemampuan mematahkan hujjah dengan hujjah, dalil dengan dalil.
Demikian juga mampu mengalahkan kebathilan dengan kebenaran. Sebagaimana firman
Allah:
بَلْ نَقْذِفُ بِالْحَقِّ عَلَى الْبَاطِلِ فَيَدْمَغُهُ فَإِذَا هُوَ زَاهِقٌ
وَلَكُمُ الْوَيْلُ مِمَّا تَصِفُون
Sebenarnya Kami
melontarkan yang hak kepada yang bathil lalu yang hak itu menghancurkannya,
maka dengan serta merta yang bathil itu lenyap. Dan kecelakaanlah bagimu
disebabkan kamu mensipati (Allah dengan sifat-sifat yang tak layak bagi-Nya).
[Al Anbiya/21:18]
Oleh karena itu
berdakwah kepada Allah harus berdasarkan ilmu, bukan berdasarkan kebodohan
ataupun kebutaan. Seorang da’i harus mempersenjatai diri dengan ilmu yang
bermanfaat dan amal shalih. Dia mesti menumpahkan perhatian kepada ilmu dan
membuat program pengajaran untuk semua orang dan juga membuat program praktek
lapangan dakwah kepada Allah. Adapun dakwah yang tegak diatas kebodohan dan
taqlid (ikut-ikutan), memusuhi ilmu dan ulama’, maka itu bukan dakwah para nabi
dan tidak berada diatas manhaj para nabi sedikitpun.
3. Termasuk Manhaj
Dakwah Para Nabi Adalah Mendahulukan Yang Terpenting Baru Yang Penting (Membuat
Skala Prioritas).
Berdasarkan hal ini,
kita melihat para nabi memulai dakwah mereka dengan tauhid. Mereka memulai
dengan hal-hal yang mendasar (fondasi), tidak memulai dari atap karena orang
yang memulai daari membangun atap sebelum fondasi, maka atap itu akan menjatuhi
kepada mereka.
Semua para nabi
mengucapkan perkataan seorang nabi:
يَاقَوْمِ اعْبُدُوا اللهَ مَالَكُم مِّنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ
Wahai kaumku,
sembahlah Allah, kalian tidak memiliki tuhan selain Dia. [Al A’raf/7: 64]
Dalam hadits Mu’az
yang telah lewat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajari Mu’az agar
memulai dari yang terpenting. Jika seandainya ada seorang dokter yang hendak
mengobati orang sakit dari penyakit yang sangat berbahaya, kemudian mengetahui
penyakit lain pada diri si pasien, seperti filek atau penyakit ringan yang
lain, lalu si dokter sibuk menangani penyakit ringan tersebut, sebelum menangani
penyakit yang berbahaya itu. Jadilah dokter tersebut penipu pasien. Dokter
tersebut membantu proses kematian pasien. Jika ada pasien menderita kekurangan
darah, kemudian dokter memulai dengan mengobati luka yang ada pada jari jemari
kaki pasien, maka jadilah dokter ini orang jahat dan berperan dalam kematian si
pasien, jika sampai pasien itu mati. Karena kewajiban seorang dokter mengobati
penyakit yang paling berbahaya serta mengancam kehidupan si pasien.
Orang-orang yang
sibuk dengan perkara cabang sebelum perkara tauhid dan dari perkara mendasar
yang lain, ibarat dokter yang ingin mengobati orang mati, atau ibarat orang
yang ingin menghidupkan orang mati atau seperti orang yang membangun atap
sebelum fondasi. Alangkah gampangnya atap itu menimpa kepala mereka.
Bagaimanapun lamanya
seorang da’i yang menyeru kepada tauhid, tidak boleh merasa bosan dan lelah dan
tidak boleh merubah dan mengganti manhajnya, sehingga orang khusus dan awam
meridhoinya. Akan tetapi wajib baginya untuk tetap konsisten diatas aqidah
tauhid dan berdakwah kepada tauhid diatas ilmu dan komitmen padanya sampai
mati.
Lihatlah Nabi Nuh
selama 950 tahun hanya berdakwah kepada tauhid, menasehati dengan tauhid dan
hanya memperingatkan umatnya dari kesyirikan, tinggal selama 950 tahun dan
tidak menegakkan panji, tidak lelah dan bosan dan tidak pula merasa lelah,
sudah sedemikian rupa, tidak beriman dengannya kecuali sedikit. Demikian juga
para nabi yang lainnya banyak, mereka menyeru kapada tauhid bertahun-tahun dan
berhari-hari. Tidak mengikuti mereka kecuali seorang atau dua orang dan
sebagian mereka datang tanpa seorang pengikutpun, apakah mereka meninggalkan
dakwah tauhid? Jawabnya: ‘Tidak.’
Lihatlah nabi kita
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal 23 tahun dalam keadaan menyeru:
“wahai manusia katakanlah la ilaha ilaa allah niscaya kalian beruntung”.
Sedangkan sebagian da’i berputus asa dan berkata: ‘kami telah mendakwahi mereka
berkali-kali dan mereka tidak mau menerimanya. Kita mesti menyeru mereka kepada
politik, demonstrasi dan unjuk rasa. Lalu meninggalkan manhaj para nabi dalam
berdakwah kepada Allah, sehingga mereka tidak menuai kecuali penyesalan dan
penghancuran umat, karena mereka menyibukkan umat dalam perkara yang bukan
bidangnya, menyibukkan mereka dengan perkara yang khusus dimiliki para raja dan
penguasa, menyibukkan mereka pada selain tujuan penciptaan mereka. Allah
berfirman tentang tujuan penciptaan manusia:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. [Adz
Dzariyat/51:56]
Mereka telah
menyibukkan manusia dengan politik internasional yang kotor dan tidak
menegakkan peribadatan mereka, tidak menjadikan mereka sebagai hamba robb,
tidak mengajarkan mereka tauhid, sholat dengan rukun, kewajiban, khusu’ dan
sunnahnya dan tidak mengajarkan manusia sesuatu yang berguna bagi mereka dalam
agama dan dunianya.
4. Seorang Da’i Harus
Menjadi Contoh Teladan Yang Baik Bagi Obyek Dakwahnya (Mad’u) Dan Menjadi
Teladan Pada Dirinya, Karena Seorang Da’i Jika Tidak Demikian Maka Dakwahnya
Akan Manjadi Bencana Baginya Dan Dakwah Tidak Mendapatkan Orang Yang Mau
Mendengarnya.
jika mereka
melihatnya memerintah manusia untuk ikhlas, didapati ia seorang yang berbuat
riya’. Jika menyeru manusia untuk tawadhu’, didapati dia seorang yang sombong
sekali. Jika menyeru manusia untuk berderma, didapati dia seorang yang paling
kikir. Jika menyeru orang untuk berpegang teguh kepada syariat islam, tidak
memakan riba dan meninggalkan kemaksiatan, mereka melihatnya selalu bermaksiat.
Menyeru orang untuk memberikan penutup aurat istri mereka dan memaksa
anak-anaknya berjilbab, lalu mereka melihat anak, saudara perempuan dan
istrinya berpakaian minim. Bagaimana orang akan berbaik sangka dengan
dakwahnya? bagaimana mereka mau mendengarkan dan melihat serta mengambil ilmu
darinya? Oleh karena itu teladan yang baik harus di miliki seorang da’I dalam
dakwahnya, jika tidak terdapat hal ini, maka dia tidak akan memiliki pengaruh
pada para mad’u, bahkan mereka akan lari dan meninggalkanya.
Dari sini Allah
menjadikan para nabi orang yang paling baik nasab, akhlak dan bentuk tubuhnya.
Allah menyelamatkan tubuh mereka dari penyakit yang tidak disukai manusia,
sepeerti penyakit kusta, dan yang lainnya dari panyakit yang menular. Demikian
juga Allah memberikan mereka akhlaak yang mulia dan memberikan penutup mereka
nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam akhlak yang paling mulia.
Allah khabarkan dalam firmanNya:
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ
Dan sesungguhnya kamu
benar-benar berbudi pekerti yang agung. [Al Qalam/68 : 4]
Ditanya Umul Mukminin
Aisyah tentang akhlak Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu menjawab
kepada penanya: Wahai anak saudaraku, apakah kamu telah membaca Al-Qur’an?’
Dia jawab: ‘Ya’.
Lalu beliau berkata: ‘Akhlaknya Rasululloh Al-Qur’an’.
Dia jawab: ‘Ya’.
Lalu beliau berkata: ‘Akhlaknya Rasululloh Al-Qur’an’.
Perkataan Aisyah
disini telah mencakup semua sifat dan sejarah hidup Rasulullah.
Telah disusun satu
kitab tentang kemulian akhlak Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
berjumlah 12 jilid dengan judul: Nadhratun Na’iim Fi Makaarim Akhlaqir Rasulil
Kariim, yang telah diterjemahkan kedalam beberapa bahasa. Akan tetapi inipun
masih sedikit dari semestinya. Demikian juga seorang penulis barat menulis
sebuah buku yang diberi nama: “Seratus Tokoh Dunia yang telah Merubah Sejarah”.
Dia menjadikan Rasululloh sebagai orang pertama dalam buku tersebut. Sungguh
ini adalah persaksian yang benar dari musuh Islam, walaupun sedikit sekali
mereka berbuat adil, akan tetapi dia telah berbuat adil dalam bukunya ini,
karena Nabi Muhammad n orang yang berjalan dimuka bumi ini daan makhluk terbaik
yang Allaah ciptakan. Allah mengutusnya untuk menyempurnakan akhlak manusia,
sebagaimana sabda beliau:
إِنَّمََا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِِمَ الأَخْلاَقِ.
Sesungguhnya aku
diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak manusia.
Oleh karenaa itu,
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para da’i untuk menjadi contoh
teladan yang baik bagi manusia, Allah berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَالاَتَفْعَلُونَ . كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللهِ أَن تَقُولُوا مَالاَتَفْعَلُونَ يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَالاَتَفْعَلُونَ .
Hai orang-orang yang
beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat Amat besar
kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.
[Ash Shaff/61:2-3]
Sekarang kalian duduk
dalam ceramah ini, lalu datang penceramah dan mengatakan: ‘rokok harom dan
makruh, berbahaya, dapat mengakibat penyakit ini dan itu’. Kalian serius sekali
mendengarkannya. Ketika kalian mendengarkannya dengan sangat serius, tiba-tiba
dia mengeluarkan rokok kreteknya didepan kalian dan mengisapnya. Apa yang akan
kalian katakan? Apakah kalian akan mendengarkan dan memperhatikannya setelah
itu? Niscaya kalian akan mengatakan: ‘orang ini lebih butuh nasehat dari kita’.
Berapa banyak
kemudhoratan dakwah mereka ini, mereka menyeru kepada sunnah, padahal mereka
adalah orang yang paling jauh, bahkan melakukan kebidahan, menyeru orang untuk
taat, padahal mereka setiap hari bermaksiat. Merekalah orang yang menyeru
kepada sunnah, sekaligus menyembelihnya.
Adapun pakaian
mereka, pakaian ala eropa, mengenakan pantalon yang sempit yang menampakkan
auratnya, kemudian melaknat Amerika dan mengatakan:’ kami memboikot Amerika’,
sedangkan kalian mengenakan dasi dan memasang satelit (para bola) dirumah
kalian.
Kalau begitu, wahai
saudara-saudaraku…
Seorang da’i harus menjadi teladan dalam dakwahnya, oleh karena itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mendidik generasi terbaik, generasi contoh dan teladan. Beliau mendidik para sahabat diatas akhlak yang mulia sehinga mereka lulus dari madrasah kenabian dan bertebaran dipermukaan bumi.
Seorang da’i harus menjadi teladan dalam dakwahnya, oleh karena itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mendidik generasi terbaik, generasi contoh dan teladan. Beliau mendidik para sahabat diatas akhlak yang mulia sehinga mereka lulus dari madrasah kenabian dan bertebaran dipermukaan bumi.
Bangsa Arab tidak
masuk negeri kalian ini dengan peperangan, akan tetapi dengan perdagangan.
Datang kenegeri ini para sahabat dan tabi’in sebagai pedagang yang membawa
akhlak mulia, muamalah yang baik, amanah dan kejujuran, sehingga penduduk
Indonesia ini terpengaruh dan masuk ke dalam agama Islam. Maka sangat perlunya
seorang da’I ila Allah untuk menjadi teladan
يُجَاءُ بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ فَتَنْدَلِقُ
أَقْتَابُهُ فِي النَّارِ فَيَدُورُ كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ بِرَحَاهُ
فَيَجْتَمِعُ أَهْلُ النَّارِ عَلَيْهِ فَيَقُولُونَ أَيْ فُلَانُ مَا شَأْنُكَ
أَلَيْسَ كُنْتَ تَأْمُرُنَا بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَانَا عَنِ الْمُنْكَرِ قَالَ
كُنْتُ آمُرُكُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَلا آتِيهِ وَأَنْهَاكُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ
وَآتِيهِ
Seorang dibawa pada
hari kiamat dan dilemparkan ke neraka lalu terburai ususnya di neraka, lalu dia
berkeliling seperti keledai berkeliling pada batu penggilingan, lalu
berkumpullah ahli neraka mengelilinginya daan berkata: ‘Wahaai fulan kenapa
kamu demikian? Bukankah kamu memerintahkan kami kepada kemakrupan dan mencegah
kami dari kemungkaran. Dia menjawab: ‘memang saya dulu memerintahkan kalian
kepada kebaikan, saya tidak melaksanakannya dan malarang kalian dari
kemungkaran dan saya melaksanakannya. [HR Bukhari]
.
5. Berdakwah Kepada Allah Dengan Hikmah, Nasehat Yang Baik Dan Lemah Lembut Kepada Manusia, Karena Kekasaran, Kekerasaan Dan Sikap Arogan Dapat Menjauhkan Manusia Dari Dakwah.
.
5. Berdakwah Kepada Allah Dengan Hikmah, Nasehat Yang Baik Dan Lemah Lembut Kepada Manusia, Karena Kekasaran, Kekerasaan Dan Sikap Arogan Dapat Menjauhkan Manusia Dari Dakwah.
Oleh karena itu para
nabi adalah orang yang paling kasih kepada makhluk dan yang paling mengetahui
kebenaran. Sifat ini berpindaah kepada ahlu sunnah wal jamaah pemilik manhaj
yag benar, sebagaimana disampaikan Syeikh Islam Ibnu Taimiyah dalam ucapannya:
‘Ahlu sunnah wal jamaah adalah orang yang oaling kasih kepada makhluk dan
paling mengetahui kebenaran’.
Allah telah
menyampaikan kepada NabiNya, Nabi yang dicintai sahabat dan umatnya sampai
mereka menyerahkan kepadanya jiwa, harta dan anak-anak mereka:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ
الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ
وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Maka disebabkan
rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu
bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. [Ali Imran/3 :159]
Beliaulaah yang
memerintahkan untuk berlemah lembut dan melarang kekerasan, dalam sabdanya:
إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَلَا يُنْزَعُ مِنْ
شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ
Kelemah lembutan
tidaklah ada pada sesuatu, kecuali menghiasinya dan tidak hilang dari sesuatu
kecuali merusaknya. [HR Muslim]
Dan sabda beliau:
مَنْ يُحْرَمِ الرِّفْقَ يُحْرَمِ الْخَيْرَ *
Siapa yang tidak
memiliki kelembutan maka tidak mendapat kebaikan. [HR Muslim]
Beliaupun berkata
kepada salah seorang sahabatnya:
إِنَّ فِيكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ الْحِلْمُ وَالْأَنَاةُ
Sesungguhnya terdapat
padamu dua sifat yang Allah dan rasulNya cintai; lemah lembut dan tidak
tergesa-gesa. [HR Muslim]
Demikian juga beliau
memperingatkan kekerasan dalam sabdanya:
إِنَّ شَرَّ الرِّعَاءِ الْحُطَمَةُ فَإِيَّاكَ أَنْ تَكُونَ مِنْهُمْ
Sesungguh
sejelek-jeleknya pengembala adalah yang kasar. Berhari-hatilah jangan
sekali-kali kamu menjadi golongan mereka.
Dan bersabda:
خِيَارُ أُمَرَاءِكُمْ الذِيْنَ تَدْعُوْنَ لَهُمْ وَيَدْعُوْنَ لَكُمْ
وَشِرَارَ أُمَرَاءِكُمْ الذِيْنَ تَلْعَنُوْنَهُمْ و يَلْعَنُوْنَكُمْ.
Sebaik-baiknya
pemimpin adalah yang kalian mendoakan kebaikan padanya dan mereka mendoakan
kebaikan kepadamu. Dan sejelek-jeleknya pemimpin adalah yang kalian melaknatnya
dan mereka melaknat kalian.
Seorang da’i
sepatutnya menjadi orang yang memiliki kasih sayang kepada obyek dakwahnya,
berlemah lembut dan mengharapkan hidayat mereka dan tidak mengharapkan
kesulitannya.
Demikianlah sebagian
isi ceramah beliau, mudah-mudahan bermanfaat.
_______
Footnote
[1]. Diterjemahkan oleh Nusadi dan Kholid Syamhdi, dari ceramah Dr Muhammad bin Musa Alu Nasr, pada acara Daurah Islamiyah hari Ahad sampai Rabu, 3-6 Muharram 1423H/17-20 Maret 2002M
Footnote
[1]. Diterjemahkan oleh Nusadi dan Kholid Syamhdi, dari ceramah Dr Muhammad bin Musa Alu Nasr, pada acara Daurah Islamiyah hari Ahad sampai Rabu, 3-6 Muharram 1423H/17-20 Maret 2002M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar