Sabtu, 10 November 2018

Pilar dakwah para nabi Alaihimus shalatu wassalam


Bismillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du:
Berdakwah mengajak manusia kepada Allah adalah jalan yang ditempuh oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para pengikutnya, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُوا إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاوَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللهِ وَمَآأَنَا مِنَ الْمُشْرِكِين
“Katakanlah, “Inilah jalanku (agamaku). Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Mahasuci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik” (Yusuf:108).
Bahkan berdakwah mengajak manusia kepada Allah adalah tugas para Rasul ‘alaihimush shalatu was salam dan pengikut mereka semuanya guna mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya, dari kekufuran kepada keimanan, dari kesyirikan kepada Tauhid dan dari Neraka kepada Surga. Sedangkan manhaj para Nabi ‘alaihimus salam dalam berdakwah maksudnya adalah metode yang jelas ditempuh oleh para Nabi ‘alaihimush shalatu was salam dalam berdakwah kepada Allah.
Mereka menyelesaikan berbagai problematika umat mereka dengan manhaj dakwah tersebut. Berbagai permasalahan umat yang mereka hadapi, baik itu perekonomian, kerusakan moral sampai masalah politik mereka hadapi dengan menggunakan manhaj yang sama, yaitu manhaj dakwah yang berasal dari Rabb mereka Allah ‘azza wa jalla.
Ingatlah wahai sobat, ketika sebuah dakwah yang ditegakkan dalam rangka menyelesaikan problematika umat itu sesuai dengan manhaj para Nabi ‘alaihimush shalatu was salam –paling utamanya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam-  dan berdiri di atas pilar dakwah mereka, maka dakwah tersebut akan diterima oleh Allah dan diberkahi, sehingga menghasilkan buah yang sesuai dengan apa yang Allah ridhai.
Pilar-Pilar Dakwah Para Nabi ‘alaihimush shalatu was salam
Dakwah  para Nabi ‘alaihimush shalatu was salam berdiri di atas pilar-pilar yang kokoh, jika salah satu pilar tersebut tidak ada, maka tidaklah sebuah dakwah dikatakan sebagai dakwah yang benar dan tidak akan membuahkan buah yang diharapkan dengan sempurna, walaupun dikerahkan berbagai upaya keras dan dihabiskan waktu yang lama untuk dakwah tersebut, sebagaimana hal ini terjadi dalam kenyataan pada banyak gerakan dakwah masa kini yang dakwah mereka tidak terbangun di atas pilar-pilar dakwah para Nabi ‘alaihimush shalatu was salam tersebut.
Berikut inilah pilar-pilar dakwah Para Nabi ‘alaihimush shalatu was salam,
1. Berilmu terhadap apa yang didakwahkan
Adapun orang yang tak berilmu, tidaklah layak menjadi da’i.  Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya,
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُوا إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاوَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللهِ وَمَآأَنَا مِنَ الْمُشْرِكِين
“Katakanlah, “Inilah jalanku (agamaku). Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Mahasuci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik” (Yusuf:108).
Dan yang dimaksud basirah dalam ayat ini adalah ilmu. Jadi seorang da’i haruslah berilmu tentang materi dakwahnya, keadaan mad’u, dan tata cara berdakwah. Karena sesungguhnya para da’i biasanya menghadapi ulama sesat yang akan melancarkan serangan syubhat kepadanya dan mendebatnya dengan kebathilan untuk membantah Al-Haq. Allah berfirman:
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (An-Nahl:125).
Dalam ayat ini, Allah perintahkan seorang da’i yang berdakwah dengan hikmah dan pelajaran yang baik serta membantah dengan baik orang yang merasa dirinya benar padahal salah atau orang yang mengajak kepada kebatilan ataupun melancarkan syubhat. Tidaklah hal-hal itu semua bisa dilakukan dalam berdakwah kecuali dengan ilmu. Dalil tentang hal ini juga terdapat dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Mu’adz radhiyallahu ‘anhu:
إِنَّكَ تَأْتِي قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ، فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوْهُمْ إِلَيْهِ شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ
“Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab. Maka dari itu, jadikanlah yang pertama kali engkau sampaikan kepada mereka adalah syahadat bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah (menauhidkan Allah)” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits yang mulia ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika akan mengutus Mu’adz untuk berdakwah ke negeri Yaman, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan kepada Mu’adz radhiyallahu ‘anhu keadaan penduduk yang akan didakwahi dan materi yang harus disampaikannya dalam mendakwahi mereka. Ini berarti hakikatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita bahwa seorang da’i haruslah berilmu tentang materi yang harus disampaikan dan keadaan orang yang akan didakwahi.
Renungan:
1.    Kenyataan yang ada, banyak kerusakan ataupun kesalahan yang timbul di medan dakwah. Penyebabnya adalah sangat kurangnya ilmu yang dimiliki oleh sebagian orang yang mendudukkan dirinya sebagai da’i. Baik kesalahan ilmu itu dalam masalah menentukan materi dakwah apa yang pertama dan diutamakan untuk disampaikan, sebagai solusi problematika umat, maupun kesalahan ilmu dalam masalah mendiagnosa penyakit umat yang terbesar yang harus diobati terlebih dahulu. Demikian juga kesalahan ilmu dalam memahami perkara apa yang menyebabkan jayanya sebuah umat.
2.    Ilmu yang dimaksud di atas adalah ilmu yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabatnya, lalu diterima oleh Tabi’in kemudian Tabi’ut Tabi’in sampai ulama kita di zaman ini yang mengikuti  para Sahabat radhiyallahu ‘anhum dengan baik. Jadi bukanlah sembarang ilmu yang ditafsirkan secara bebas oleh setiap pemimpin kelompok gerakan dakwah.
-==========================================

Bismillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du, Ingatlah wahai Sobat, ketika sebuah dakwah yang ditegakkan dalam rangka menyelesaikan problematika umat itu sesuai dengan manhaj para Nabi ‘alaihimush shalatu was salam –paling utamanya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan berdiri di atas pilar-pilar dakwah mereka, maka dakwah tersebut akan diterima oleh Allah dan diberkahi, sehingga menghasilkan buah yang sesuai dengan apa yang Allah ridhai. Inilah kelanjutan penjelasan pilar-pilar dakwah para Nabi ‘alaihimush shalatu was salam yang sebagiannya telah ditulis pada artikel sebelumnya.
2. Beramal dengan Apa yang Didakwahkan
Seorang da’i bisa menjadi tauladan yang baik di tengah masyarakatnya, perbuatannya pun sesuai dengan ucapannya dan tidak ada celah bagi orang-orang yang batil untuk mencelanya. Allah berfirman tentang Nabi-Nya Syu’aib ‘alaihis salam bahwasanya dia berkata kepada kaumnya,
وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَىٰ مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ ۚ إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ ۚ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ ۚ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
“Dan aku tidak ingin menyelisihi kalian (dengan mengerjakan) apa yang aku larang (sendiri). Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah lah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali” (Huud: 88).
Perhatikanlah saudaraku! Bagaimana Nabi Syu’aib ‘alaihis salam dalam berdakwah, beliau menyampaikan kepada kaumnya bahwa tidaklah beliau melarang kaumnya dari melakukan sesuatu melainkan beliau menjadi orang yang pertama kali meninggalkan larangan tersebut sehingga beliau menjadi teladan di tengah-tengah kaumnya dalam mengamalkan syari’at Allah Ta’ala.
Renungan:
Ketika seorang da’i atau lembaga dakwah melupakan pilar amal ini dan terjebak dengan sikap basa-basinya politik praktis orang-orang kafir ataupun tergoda dengan iming-iming jabatan politis yang menggiurkan dan keindahan duniawi yang menyertainya, maka sangat dikhawatirkan terjerumus dalam fitnah kemunafikan politis, fitnah harta, tahta dan wanita. Camkanlah!
3. Ikhlash, yaitu Dakwah yang Dia Jalankan Semata-mata untuk Mencari Wajah Allah
Dakwah bukanlah sarana untuk riya` (pamer amal shalih berupa gerakan), sum’ah (pamer amal shalih berupa suara, seperti baca Al-Qur’an), ingin ketinggian status sosial, mengincar kedudukan/jabatan ataupun rakus terhadap dunia. Kalau dakwahnya tercampuri dengan sesuatu dari tujuan-tujuan tersebut, maka dakwahnya bukan untuk Allah tetapi untuk dirinya atau untuk ketamakan yang dia inginkan. Dalil tentang hal ini adalah bahwa Allah memberitahukan tentang keikhlasan para Nabi-Nya dalam berdakwah, mereka berkata kepada ummatnya:
قُلْ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا
Katakanlah: Aku tidak meminta upah kepada kalian” (Al-An’aam: 90).
يَا قَوْمِ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مَالًا ۖ إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى اللَّهِ
“Wahai kaumku, aku tidak meminta harta  kepada kalian (sebagai upahku). Ganjaran (yang aku harapkan) hanyalah dari Allah” (Huud:29).
Renungan:
1.    Jika seorang da’i itu ikhlas dan bertauhid serta mengajak manusia untuk ikhlas dan bertauhid, menunaikan hak-hak Allah serta melaksanakan kewajibannya sebagai hamba-Nya, dengan mengenal nama dan sifat-Nya dan beribadah kepada-Nya semata, maka akan tumbuh sebuah masyarakat yang Allah janjikan untuknya kemuliaan dan kejayaan, karena mereka beriman, bertauhid, jauh dari kesyirikan dan beramal shalih, sebagaimana yang disebutkan dalam surat An-Nuur: 55, Allah Ta’ala berfirman:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik”.
2.    Da’i yang ikhlas senantiasa memperhatikan apa yang Allah ridhai dan cintai, maka ia tidak mau mengikuti hawa nafsunya atau mengikuti keinginan kelompok, lembaga atau partainya jika bertentangan dengan keridhaan Allah dalam menyelesaikan problematika umat ini. Maka hasilnya, da’i yang ikhlas dalam berdakwah akan mendahulukan apa yang didahulukan Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam rangka menggapai ridha-Nya semata.
3.    Adapun da’i yang tidak ikhlas, maka dia menjadikan kemauan masyarakat atau nafsu kelompok, lembaga atau partainya sebagai kiblatnya, walaupun harus terluput darinya ridha Rabbnya. Apalagi yang diperjuangkan dalam dakwahnya adalah sesuatu yang hawa nafsu manusia berselera dengannya, berupa harta, tahta maupun kenikmatan duniawi yang lainnya.


========================================
Bismillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du: Anda mengharapkan dakwah yang Anda lakukan dapat memberikan solusi problematika umat saat ini?
Jika Anda menginginkan penyelesaian problem umat, maka jawabannya adalah sesuaikan dakwah Anda dengan manhaj para Nabi ‘alaihimush shalatu was salam –paling utamanya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam– dan bangunlah dakwah Anda di atas pilar-pilar dakwah mereka.
Akan tetapi, jika Anda menelantarkan pilar-pilar dakwah mereka, maka tidaklah dakwah Anda dikatakan sebagai dakwah yang benar dan tidak akan membuahkan buah yang diharapkan dengan sempurna, walaupun Anda kerahkan berbagai upaya keras dan Anda habiskan waktu yang lama untuk berdakwah, serta walaupun Anda berhasil mengumpulkan masa pendukung yang banyak!
Hakikatnya kesuksesan dakwah yang hakiki tidaklah ditentukan oleh banyaknya pengikut semata, namun ditentukan dari sisi keikhlasan Anda dan kesesuaian dakwah Anda dengan dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Berikut ini kelanjutan penjelasan pilar-pilar dakwah para Nabi ‘alaihimush shalatu was salam dalam artikel ketiga.
4. Memulai dengan yang paling penting kemudian yang paling penting sesudahnya
Yaitu pertama kali memulai kepada perbaikan aqidah/keyakinan dengan memerintahkan manusia agar mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah semata (Tauhid) dan melarang dari kesyirikan kemudian memerintahkan untuk menegakkan shalat, menunaikan zakat, mengerjakan kewajiban-kewajiban, dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan.
Dan dakwah Tauhid ini merupakan jalannya semua Rasul ‘alaihimush shalatu was salam, sebagaimana firman Allah :
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” (An-Nahl: 36).
Dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Mu’adz radhiyallahu ‘anhu, ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusnya berdakwah ke Yaman, terdapat pelajaran besar tentang skala prioritas dalam menyampaikan materi dakwah, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّكَ تَأْتِي قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ، فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوْهُمْ إِلَيْهِ شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْكَ لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْكَ لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ
“Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab. Maka dari itu, jadikanlah yang pertama kali engkau sampaikan kepada mereka adalah syahadat bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah (mentauhidkan Allah), apabila mereka telah mentaatimu dalam hal ini maka ajari mereka bahwa Allah telah mewajibkan shalat lima waktu kepada mereka. Apabila mereka telah mentaatimu dalam hal ini maka ajari mereka bahwa Allah telah mewajibkan zakat kepada mereka yang diambil dari kalangan orang kaya di antara mereka serta diberikan kepada orang-orang fakir dari kalangan mereka”(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits yang mulia ini, terdapat beberapa pelajaran sebagai berikut:
1.    Termasuk ilmu yang harus diketahui oleh seorang da’i adalah tentang skala prioritas dalam berdakwah, yaitu mendahulukan perkara yang terpenting kemudian yang terpenting berikutnya.
2.    Tauhid adalah perkara terpenting yang harus menjadi perhatian  terbesar dalam berdakwah. Tauhid adalah perintah Allah yang menjadi prioritas nomor satu, sedangkan kebalikan Tauhid, yaitu syirik adalah larangan Allah yang terbesar.
Renungan
Seorang da’i yang benar-benar mengetahui skala prioritas dakwah yang Allah ridhai dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan kepada kita, maka ia akan mendahulukan apa yang didahulukan Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan keyakinan bahwa tidak ada pilihan yang lebih baik dari pilihan Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
5. Bersabar terhadap kesulitan-kesulitan dan gangguan-gangguan yang dijumpai dalam berdakwah, mengajak manusia kepada Allah.
Sebaik-baik teladan dalam kesabaran adalah para utusan Allah ‘alaihimush shalatu was salam, mereka hadapi gangguan dan celaan di jalan dakwah dengan penuh kesabaran, sebagaimana firman Allah Ta’ala :
وَلَقَدِ اسْتُهْزِئَ بِرُسُلٍ مِنْ قَبْلِكَ فَحَاقَ بِالَّذِينَ سَخِرُوا مِنْهُمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ
“Dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa Rasul sebelum kamu, maka turunlah kepada orang-orang yang mencemoohkan di antara mereka balasan (azab) olok-olokan mereka” (Al-An’aam:10).
وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَىٰ مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا حَتَّىٰ أَتَاهُمْ نَصْرُنَا
“Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) Rasul-Rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Allah kepada mereka” (Al-An’aam:34).
Renungan:
Seorang da’i yang tidak bersabar ketika menyampaikan Tauhid dan Sunnah di tengah-tengah masyarakat karena dianggap itu adalah materi dakwah yang tidak pro rakyat, bahkan dakwah Tauhid dan Sunnah yang memperingatkan syirik dan bid’ah dituduh sebagai gerakan memecah belah umat, maka -dengan ketidaksabarannya tersebut- ia akan beralih kepada materi-materi dakwah mereka yang populer dan dianggap pro rakyat, hasil dari tawar menawar politik dan upaya mempertahankan aset masa pendukung kelompok, lembaga atau partainya!





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menghadapi taqdir yang buruk

Bukanlah yang dimaksud dengan kata takdir dalam frasa “takdir buruk” pada judul di atas adalah perbuatan Allah menakdirkan suatu peristiwa....