Kaum
Muslimin yang dirahmati oleh Allah, wajib bagi setiap Muslim untuk
memprioritaskan tauhid daripada selainnya. Yaitu hendaknya kita
mempersembahkan segala ibadah kepada Allah semata dan meninggalkan semua bentuk
ibadah kepada selain Allah. Karena tujuan kita diciptakan oleh Allah di dunia
ini adalah agar kita mentauhidkan-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا
لِيَعْبُدُونِ
“Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku” (QS. Adz Dzariyat: 56).
Dan
keselamatan seseorang di akhirat kelak ditentukan oleh tauhid. Orang yang mati
dalam keadaan bertauhid, maka ia akan selamat di akhirat walaupun membawa dosa
yang banyak. Adapun orang yang mati dalam keadaan musyrik, maka ia tidak
akan selamat dan merugi selamanya. Allah Ta’ala berfirman:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ
عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Maka
barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya hendaklah dia beramal
shalih dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya dalam beribadah
kepada-Nya” (QS. Al Kahfi: 110).
Allah Ta’ala juga
berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ
وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang
selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya” (QS. An Nisa’:
48).
Oleh
karena itu Allah mengutus pada Nabi dan Rasul ‘alaihimussalam untuk
menegakkan tauhid dan mendakwahkannya. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلاَّ
نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan
Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya
bahwa tidak ada Ilah (yang haq) melainkan Aku, maka sembahlah Aku olehmu
sekalian” (QS. Al-Anbiya: 25).
Allah
Ta’ala juga berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولاً أَنِ
اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut’” (QS. An-Nahl: 36).
Dari
Nabi dan Rasul yang pertama hingga yang terakhir, inti seruan mereka adalah
mengajak manusia untuk mempersembahkan ibadah kepada Allah semata dan
meninggalkan peribadatan kepada selain Allah.
Perhatikan
apa yang didakwahkan Nabi Nuh ‘alaihissalam:
لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَا
قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ
عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ
“Sesungguhnya
Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: “Wahai kaumku
sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan (yang haq) bagimu selain-Nya“.
Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa
azab hari yang besar (kiamat)” (QS. Al A’raf: 59).
Perhatikan
apa yang didakwahkan Nabi Hud ‘alaihissalam:
وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا قَالَ يَا قَوْمِ
اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ أَفَلَا تَتَّقُونَ
“Dan
(Kami telah mengutus) kepada kaum ‘Aad saudara mereka, Hud. Ia berkata: “Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan (yang haq) bagimu selain
dari-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?”” (QS. Al A’raf:
65).
Perhatikan
apa yang didakwahkan Nabi Shalih ‘alahissalam:
وَإِلَى ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا قَالَ يَا قَوْمِ
اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ قَدْ جَاءَتْكُمْ بَيِّنَةٌ
مِنْ رَبِّكُمْ هَذِهِ نَاقَةُ اللَّهِ لَكُمْ آيَةً فَذَرُوهَا تَأْكُلْ فِي
أَرْضِ اللَّهِ وَلَا تَمَسُّوهَا بِسُوءٍ فَيَأْخُذَكُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Dan
(Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka Shaleh. Ia berkata: “Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan (yang haq) bagimu
selain-Nya. Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari
Tuhanmu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia makan
di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apapun, (yang
karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih”” (QS. Al A’raf: 73).
Perhatikan
apa yang didakwahkan Nabi Syu’aib ‘alahissalam:
وَإِلَى مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا قَالَ يَا قَوْمِ
اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ قَدْ جَاءَتْكُمْ بَيِّنَةٌ
مِنْ رَبِّكُمْ فَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ
أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا ذَلِكُمْ
خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Dan
(Kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan saudara mereka, Syu’aib. Ia
berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan (yang haq)
bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari
Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan
bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih
baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman”” (QS. Al A’raf:
85).
Perhatikan
apa yang didakwahkan Nabi Musa ‘alahissalam:
وَقَالَ الْمَلَأُ مِنْ قَوْمِ فِرْعَوْنَ أَتَذَرُ
مُوسَى وَقَوْمَهُ لِيُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَيَذَرَكَ وَآلِهَتَكَ قَالَ
سَنُقَتِّلُ أَبْنَاءَهُمْ وَنَسْتَحْيِي نِسَاءَهُمْ وَإِنَّا فَوْقَهُمْ
قَاهِرُونَ
“Berkatalah
pembesar-pembesar dari kaum Fir’aun (kepada Fir’aun): “Apakah kamu membiarkan
Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakan di negeri ini (Mesir) dan
meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu?”. Fir’aun menjawab: “Akan kita bunuh
anak-anak lelaki mereka dan kita biarkan hidup perempuan-perempuan mereka; dan
sesungguhnya kita berkuasa penuh di atas mereka”“(QS. Al A’raf: 127).
Perhatikan
apa yang didakwahkan Nabi Ibrahim ‘alahissalam:
وَإِبْرَاهِيمَ إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ اعْبُدُوا اللَّهَ
وَاتَّقُوهُ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan
ingatlah Ibrahim, ketika ia berkata kepada kaumnya, ‘Sembahlah olehmu Allah
semata dan bertakwalah kepadaNya’.” (QS.Al-Ankabut : 16).
Perhatikan
apa yang didakwahkan Nabi Isa ‘alaihissalam:
مَا قُلْتُ لَهُمْ إِلَّا مَا أَمَرْتَنِي بِهِ أَنِ
اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ
فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ وَأَنْتَ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
“Aku
tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan
kepadaku (mengatakan)nya yaitu: “Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu“,
dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara
mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan
Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu” (QS. Al Maidah: 117).
Bahkan
hingga Nabi kita, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ اللَّهَ مُخْلِصًا
لَهُ الدِّينَ
“Katakanlah
(wahai Muhammad): ‘Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah
Allah semata dengan memurnikan semua ibadahnya hanya kepadaNya”
(QS. Az-Zumar : 11).
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam juga bersabda:
أُمِرْتُ
أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ، وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ،
فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ عَصَمُوْا مِنِّيْ دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ
بِحَقِّ اْلإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالَى
“Aku diperintahkan
untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada sesembahan yang
haq kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, dan
membayar zakat. Jika mereka melakukan hal ini semua, maka terlindungi darah dan
harta mereka dariku, kecuali dengan hak Islam. Adapun perhitungan
dosa mereka diserahkan pada Allah Ta’ala” (HR. Bukhari no.6924 dan
Muslim no.21).
Demikianlah
dakwah para Nabi dan Rasul ‘alahis shalatu was salaam, mereka
mendakwahkan tauhid dan itulah inti dakwah mereka. Mereka mengajak manusia
untuk menyembah Allah semata dan meninggalkan segala bentuk penyembahan kepada
selain Allah.
Dan
mereka pun mengajarkan manhaj dakwah ini kepada para sahabatnya. Perhatikan apa
yang diwasiatkan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam kepada
Mu’adz bin Jabal ketika Mu’adz di utus untuk berdakwah di Yaman. Dari Ibnu
‘Abbas radhiallahu’anhuma ia berkata,
لَمَّا بَعَثَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم –
مُعَاذًا نَحْوَ الْيَمَنِ قَالَ لَهُ « إِنَّكَ تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ مِنْ
أَهْلِ الْكِتَابِ فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا
اللَّهَ تَعَالَى فَإِذَا عَرَفُوا ذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ فَرَضَ
عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِى يَوْمِهِمْ وَلَيْلَتِهِمْ ، فَإِذَا صَلُّوا
فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ زَكَاةً فِى أَمْوَالِهِمْ
تُؤْخَذُ مِنْ غَنِيِّهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فَقِيرِهِمْ ، فَإِذَا أَقَرُّوا
بِذَلِكَ فَخُذْ مِنْهُمْ وَتَوَقَّ كَرَائِمَ أَمْوَالِ النَّاسِ »
“Ketika
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Mu’adz ke Yaman,
Rasulullah bersabda padanya, “Sesungguhnya engkau akan mendatangi sebuah
kaum Ahlul Kitab. Maka hendaknya yang engkau dakwahkan pertama
kali adalah agar mereka mentauhidkan Allah Ta’ala. Jika mereka telah
memahami hal tersebut, maka kabarkan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan
mereka shalat lima waktu dalam sehari semalam. Jika mereka mengerjakan
itu (shalat), maka kabarkan kepada mereka bahwa Allah juga telah
mewajibkan bagi mereka untuk membayar zakat dari harta mereka, diambil dari
orang-orang kaya di antara mereka dan diberikan kepada orang-orang faqir.
Jika mereka menyetujui hal itu (zakat), maka ambillah zakat harta mereka,
namun jauhilah dari harta berharga yang mereka miliki” (HR. Bukhari
no. 7372 dan Muslim no. 19).
Syaikh
Shalih Al Fauzan menjelaskan, “dari hadits yang mulia ini, dan juga barangsiapa
yang memperhatikan dakwah para Rasul yang disebutkan dalam Al Qur’an, dan juga
barangsiapa yang memperhatikan sirah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, ia
dapat memahami manhaj dakwah ilallah. Dan ia akan memahami bahwa yang pertama
didakwahkan kepada manusia adalah aqidah, yaitu mengajak mereka menyembah Allah
semata dan tidak mempersekutukannya, serta meninggalkan semua ibadah kepada
selain Allah, sebagaimana makna Laa ilaaha illallah” (Al Irsyad ilaa
Shahihil I’tiqad, 17).
Syaikh
Shalih bin Fauzan Al Fauzan juga ditanya, “Fadhilatus syaikh, bagaimana
pandangan anda mengenai sebagian da’i yang tidak mendakwahkan tauhid. Namun
mereka hanya mendakwahkan akhlak mulia dalam mayoritas ceramah dan khutbah
mereka”.
Beliau
menjawab:
“Dakwah
yang demikian tidaklah bermanfaat sama sekali. Ini sebagaimana badan yang
tidak ada kepalanya, maka ia menjadi mayit. Badan jika tidak ada kepalanya,
maka bagian badan lainnya tidak bermanfaat. Dakwah yang tidak mendakwahkan
tauhid, itu semisal dengan badan yang tidak ada kepalanya. Melelahkan namun
tidak ada faidahnya.
Kalau
ada orang yang baik akhlaknya, suka bersedekah, mengerjakan shalat, namun ia
berbuat kesyirikan, tidak akan diterima semua amalannya. Karena yang membuat
amalan menjadi sah adalah tauhid. Dan yang membatalkan amalan-amalan ialah
syirik. Maka wajib kita memberikan perhatian pada dakwah tauhid ini.
Berdakwah
tanpa dakwah tauhid, sama saja tidak berdakwah. Bahkan berdakwah tanpa dakwah
tauhid, tidak adanya lebih baik daripada adanya. Karena ini memperdaya manusia,
orang-orang mengira dakwah demikianlah yang benar.
Tidak
ada Rasul yang tidak memulai dakwahnya dengan tauhid. Silakan anda perhatikan
dakwah para Rasul, dari yang terdahulu hingga yang terakhir yaitu
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, mereka demikian
(mendakwahkan tauhid)” (Dari artikel “Berdakwah, Tapi Tidak Mendakwahkan Tauhid“).
Maka
barang siapa yang mengaku sebagai pengikut Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam dan mencintai beliau serta meneladani beliau, maka hendaknya
ia menjadikan dakwah tauhid sebagai prioritas utama sebagaimana beliau Shallallahu’alaihi
Wasallam lakukan serta para Nabi Rasul sebelum beliau. Allah Ta’ala berfirman:
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ
حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ
كَثِيرًا
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah” (QS. Al Ahzab: 21).
Semoga
Allah memberi taufiq.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar