Sudah
sepantasnya bagi seorang muslim untuk bersemangat melakukan ketaatan kepada
Allah Ta’ala, mendekatkan diri pada-Nya, dan tidak terjerumus dalam kubangan
maksiat. Namun bagaimana jika seseorang terlanjur terjerumus dalam dosa?
Jawabnya, ia punya kewajiban untuk bersegera bertaubat dan kembali pada Allah.
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri
menyunnahkan shalat taubat ketika seseorang benar-benar ingin bertaubat.[1] Berikut
tuntunannya.
Shalat
taubat adalah shalat yang disunnahkan berdasarkan kesepakatan empat madzhab[2]. Hal ini berdasarkan hadits Abu Bakr
Ash Shiddiq, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« مَا مِنْ عَبْدٍ
يُذْنِبُ ذَنْبًا فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ
ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللَّهَ إِلاَّ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ ». ثُمَّ قَرَأَ هَذِهِ
الآيَةَ (وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ
ذَكَرُوا اللَّهَ) إِلَى آخِرِ الآيَةِ
“Tidaklah
seorang hamba melakukan dosa kemudian ia bersuci dengan baik, kemudian berdiri
untuk melakukan shalat dua raka’at kemudian meminta ampun kepada Allah, kecuali
Allah akan mengampuninya.” Kemudian beliau membaca ayat ini: “Dan (juga)
orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri
sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka
dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka
tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.[3]” (HR. Tirmidzi no. 406,
Abu Daud no. 1521, Ibnu Majah no. 1395. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih)[4]. Meskipun sebagian ulama mendhoifkan
hadits ini, namun kandungan ayat (Ali Imron ayat 135) sudah mendukung disyariatkannya
shalat taubat.[5]
Shalat
taubat ini bisa cukup dengan dua raka’at dan cukup niat dalam
hati, tanpa perlu melafazhkan niat tertentu.
Kapan
waktu pelaksanaan? Tidak ada keterangan waktu pelaksanaannya, boleh dilakukan
siang atau malam hari. Bahkan di waktu terlarang untuk shalat sekalipun,
seseorang boleh melakukannya. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
وَكَذَلِكَ
صَلَاةُ التَّوْبَةِ فَإِذَا أَذْنَبَ فَالتَّوْبَةُ وَاجِبَةٌ عَلَى الْفَوْرِ
وَهُوَ مَنْدُوبٌ إلَى أَنْ يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ يَتُوبَ كَمَا فِي
حَدِيثِ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ
“Demikian
pula shalat taubat (termasuk shalat yang memiliki sebab dan harus segera
dilakukan, sehingga boleh dilakukan meskipun waktu terlarang untuk shalat[6]). Jika seseorang berbuat dosa, maka
taubatnya itu wajib, yaitu wajib segera dilakukan. Dan disunnahkan baginya
untuk melaksanakan shalat taubat sebanyak dua raka’at. Lalu ia bertaubat
sebagaimana keterangan dalam hadits Abu Bakr Ash Shiddiq.”[7]
Setelah
seseorang mengetahui shalat taubat, ia pun harus memenuhi syarat-syarat taubat.
Apa saja syarat-syaratnya? Secara ringkas dikatakan oleh para ulama sebagaimana
disampaikan Ibnu Katsir,
“Menghindari dosa untuk saat ini. Menyesali dosa yang telah
lalu. Bertekad tidak melakukannya lagi di masa akan datang. Lalu jika dosa
tersebut berkaitan dengan hak sesama manusia, maka ia harus menyelesaikannya/
mengembalikannya.”[8]
Secara
lebih rinci, syarat-syarat taubat adalah:
1.
Taubat dilakukan dengan ikhlas, bukan karena makhluk atau untuk tujuan duniawi.
2.
Menyesali dosa yang telah dilakukan dahulu sehingga ia pun tidak ingin
mengulanginya kembali. Sebagaimana dikatakan oleh Malik bin Dinar, “Menangisi
dosa-dosa itu akan menghapuskan dosa-dosa sebagaimana angin mengeringkan daun
yang basah.”[9] ‘Umar, ‘Ali dan
Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa taubat adalah dengan menyesal.[10]
3.
Tidak terus menerus dalam berbuat dosa saat ini. Maksudnya, apabila ia
melakukan keharaman, maka ia segera tinggalkan dan apabila ia meninggalkan
suatu yang wajib, maka ia kembali menunaikannya. Dan jika berkaitan dengan hak
manusia, maka ia segera menunaikannya atau meminta maaf.
4.
Bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut di masa akan datang karena jika
seseorang masih bertekad untuk mengulanginya maka itu pertanda bahwa ia tidak
benci pada maksiat. Hal ini sebagaimana tafsiran sebagian ulama yang
menafsirkan taubat adalah bertekad untuk tidak mengulanginya lagi.[11]
5.
Taubat dilakukan pada waktu diterimanya taubat yaitu sebelum datang ajal atau
sebelum matahari terbit dari arah barat. Jika dilakukan setelah itu, maka
taubat tersebut tidak lagi diterima.[12]
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا
تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan
taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” (QS. At Tahrim: 8)
Semoga
Allah mudahkan kita untuk selalu taat kepada-Nya dan menjauhi setiap dosa serta
menjadikan kita hamba-hamba yang gemar bertaubat atas dosa yang tidak
bosan-bosannya dilakukan. Amiin Yaa Mujibas Saailin.
My
lovely wife request, finished in Riyadh-KSA, on 26 Rabi’uts Tsani 1432 H
(31/03/2011)
[1] Lihat Bughyatul
Mutathowwi’, Syaikh Muhammad bin ‘Umar bin Salim Bazmoul, 96, Dar Al Hijrah
[2] Lihat Shahih Fiqh
Sunnah, Syaikh Abu Malik, 1/ 431, Al Maktabah At Taufiqiyah; Al Mawsu’ah Al
Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 27/164, terbitan Kementrian Agama Kuwait.
[3] QS. Ali Imron: 135.
[4] Hadits ini
didho’ifkan oleh sebagian ulama. Namun sebagian ulama menshahihkannya.
[5] Lihat Shahih Fiqh
Sunnah, 1/ 431.
[6] Ini maksud
perkataan Ibnu Taimiyah dalam penjelasan sebelumnya.
[7] Majmu’ Al Fatawa,
Ibnu Taimiyah, 23/215, Darul Wafa’
[8] Tafsir Al Qur’an Al
‘Azhim, Ibnu Katsir, 14/61, Muassasah Qurthubah.
[9] Lihat Jaami’ul
‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 203, Darul Muayyid, cetakan
pertama, 1424 H.
[10] Lihat Jaami’ul
‘Ulum wal Hikam, hal. 206.
[11] Idem.
[12] Kami sarikan syarat
taubat ini dari penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dalam Syarh
Riyadhus Sholihin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar