Sedari dulu,
orang-orang musyrik memusuhi dakwah Islam. Karena Islam mengungkap apa yang
mereka yakini selama ini adalah salah. Islam mengajak mereka berpikir tentang
Tuhan yang mereka sembah. Apakah sesembahan itu layak disebut Tuhan ataukah
tidak? Islam datang mengkritik cara mereka beriteraksi. Interaksi sosial tidak
bisa dilakukan hanya sesuai selera. Tak peduli dosa. Tak peduli merugikan orang
lain atau tidak. Yang kuat jadi terusik. Kehilangan keuntungan dan dominasi.
Tak ayal, penyebaran dakwah ini menimbulkan reaksi.
Orang-orang musyrik
menempuh berbagai cara untuk menghalangi dakwah. Mereka menyebar dusta.
Menyerang Islam dan juru dakwahnya. Mengkaburkan masalah. Dan membuat beragam
konspirasi. Agar supaya pijar cayaha itu bisa dibuat redup atau padam untuk
selamanya.
Lelah-letih usaha
mereka takkan berhasil. Dan selalu memetik kegagalan. Karena suara Rasulullah ﷺ lebih kuat dibanding suara mereka. Manhaj dakwah Nabi lebih
menyentuh ketimbang konspirasi yang mereka tawarkan. Keteguhan Rasulullah ﷺ dalam memegang agama dan menyebarkan dakwah ini, mengalahkan
semangat dan keyakinan mereka yang rapuh. Dan Allah ingin agar cahaya tetap
kekal menyinari.
يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ
وَيَأْبَى اللَّهُ إِلَّا أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
“Mereka berkehendak
memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah
tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang
kafir tidak menyukai.” (QS:At-Taubah | Ayat: 32).
Kalau Allah ﷻ sudah berkehendak, siapa yang mampu menghalangi kehendaknya?
Rasulullah ﷺ tidak duduk bersembunyi di rumahnya agar terjaga dari gangguan
orang-orang musyrik. Beliau keluar, menyeru penduduk Mekah meskipun harus
menempuh resiko besar. Beliau temui orang luar Mekah yang datang untuk berhaji.
Menyampaikan risalah tauhid yang juga diwakwahkan Nabi Ibrahim dan Ismail.
Kejadian yang sama
terjadi pada hari ini. Orang-orang menuduh Islam anti persatuan. Tidak cocok
dengan masyarakat heterogen. Bukan solusi peradaban modern. Dll. Karena itu,
bentuk permusuhan orang-orang musyrik di zaman Rasulullah ﷺ ini perlu kita ketahui. Agar kita tidak hanyut dalam tipu daya
mereka. umat Islam akhir zaman pun bisa mendapatkan jalan keluar dari masalah
yang mereka hadapi.
Di antara cara-cara
orang-orang musyrik memerangi dakwah Rasulullah ﷺ adalah
mengolok dan menebar kebohongan.
Cara ini mereka
gunakan untuk membuat ragu umat Islam dan melemahkan rasa bangga terhadap
Islam. Mereka menuduh Nabi ﷺ dengan
tuduhan-tuduhan dusta. Mereka sebut beliau gila, tukang sihir, pendusta,
mengolok-olok beliau dan para sahabatnya. Allah ﷻ berfirman,
وَقَالُوا يَا أَيُّهَا الَّذِي نُزِّلَ عَلَيْهِ
الذِّكْرُ إِنَّكَ لَمَجْنُونٌ
Mereka berkata:
“Hai orang yang diturunkan Alquran kepadanya, sesungguhnya kamu benar-benar
orang yang gila.” (QS:Al-Hijr | Ayat: 6).
وَعَجِبُوا أَنْ جَاءَهُمْ مُنْذِرٌ مِنْهُمْ ۖ وَقَالَ
الْكَافِرُونَ هَٰذَا سَاحِرٌ كَذَّابٌ
“Dan mereka heran
karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan
mereka; dan orang-orang kafir berkata: “Ini adalah seorang ahli sihir yang
banyak berdusta”.” (QS:Shaad | Ayat: 4).
Celaan, hinaan, dan
ejekan orang-orang musyrik kepada Nabi ﷺ tidak
surut. Malah meningkat menjadi serangan fisik. Nabi ﷺ dan para
sahabatnya disakiti. Pembela kebatilan tidak menyerah begitu saja
menentang kebenaran. Satu cara gagal, mereka akan tempuh cara lain untuk
mengalahkan kebenaran. Hingga akhirnya, Allah ﷻ datangkan
janjinya. Dia akan memenangkan Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman.
إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ
“Sesungguhnya Kami
menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia
dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat).” (QS:Al-Mu’min | Ayat: 51).
وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan Kami selalu
berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.” (QS:Ar-Ruum | Ayat: 47).
Tidak manjur dengan
cara kekerasan, orang-orang musyrik menempuh cara halus. Mereka melobi.
Melakukan diplomasi. Atas nama toleransi, mereka meminta Nabi Muhammad ﷺ untuk saling menghormati. Mereka beri tawaran harta, kuasa, dan
hidup mulia. Mereka mengusulkan satu tahun menyembah Tuhan berhala, tahun
berikutnya menyembah Allah ﷻ semata.
Sama seperti saat
ini. Hari ini ke tempat ibadah kami untuk merayakan hari raya. Tahun depan,
kami juga ucapkan selamat hari raya untuk kalian.
Lalu bagaimana
sikap Nabi ﷺ dalam menghadapi siasat jahat ini?
Pertama: Sabar
Rasulullah ﷺ disakiti dan diuji dengan berbagai cara, namun beliau bersabar.
Beliau ﷺ menaruh iba pda para sahabatnya yang disakit dan tak ada yang
membela. Hal ini menjadi teladan bagi juru dakwah sepanjang zaman. Ketika
mereka disakiti, maka Rasulullah ﷺ telah
mengalami hal yang sama. Dan inilah sunnatullah pada para nabi
dan orang-orang yang menempuh jalan dakwah mereka. Dari Mush’ab bin Sa’id
-seorang tabi’in- dari ayahnya, ia berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً
“Wahai Rasulullah,
manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau ﷺ menjawab,
« الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ
فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا
اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ
دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِى عَلَى
الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ »
“Para Nabi,
kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan
kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula
ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas
agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan
di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.” (HR. Tirmidzi no. 2398, Ibnu
Majah no. 4024, Ad Darimi no. 2783, Ahmad (1/185)).
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا
يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ
وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ
مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ
“Apakah kamu
mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan)
sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh
malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan)
sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah
datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat
dekat.” (QS:Al-Baqarah | Ayat: 214).
Kedua: Teguh dan Tak Kenal Kompromi
Dalam Masalah Pokok Agama
Orang-orang musyrik
membujuk Nabi ﷺ dengan jabatan dan kekuasaan. Berharap agar Muhammad jadi
seperti Muhammad yang dulu. Agar Muhammad berhenti menyuarakan dakwahnya. Namun
beliau tak peduli terhadap bujuk rayu itu. Bahkan tidak membuka dialog sama
sekali.
Nabi ﷺ menjawab, “Aku diutus kepada kalian bukan untuk meminta harta
kalian, bukan pula meminta kemuliaan di tengah-tengah kalian, atau menjadi raja
untuk kalian. Akan tetapi, Allah mengutusku pada kalian sebagai seorang rasul
dan menurunkan untukku sebuah kitab. Dia memerintahkanku menjadi pemberi kabar
gembira dan peringatan untuk kalian. Menyampaikan risalah Rabbku kepada kalian.
Menasihati kalian. Jika kalian menerimanya, itu menjadi kebaikan untuk dunia
dan akhirat kalian. Kalau kalian menolak, aku bersabar atas ketetapan Allah
hingga datang keputusan-Nya antara aku dan kalian.” (Sirah Ibnu Hisyam, Juz:
1, Hal: 296).
Sikap beliau ini
menjadi teladan bagi para sahabatnya dan umatnya agar senantiasa berpegang
teguh dengan asas agama. Tidak berkompromi dalam permasalahan ini. Konspirasi orang-orang
musyrik untuk melemahkan dakwah pun gagal. Umat Islam bertampah mulia dan teguh
dengan agamanya.
Ketiga: Optimis di Tengah Kesulitan
Di tengah tekanan
dan gangguan orang-orang Quraisy, Nabi ﷺ tetap
optimis dakwah ini akan dimenangkan oleh Allah ﷻ. Rasa
optimis beliau sangat tampak ketika beliau yang sedang duduk di teduh bayangan
Ka’bah ditanya oleh Khabbab bin al-Arats radhiallahu ‘anhu, “Tidakkah Anda
memohon pertolongan untuk kita? Tidakkah Anda berdoa kepada Allah untuk
kebaikan kita?” Nabi ﷺ menjawab, “Dulu, orang-orang sebelum kalian digalikan tanah
untuknya. Kemudian ia diletakkan di dalamnya. Setelah itu, didatangkan gergaji
lalu digasakkan di kepalanya hingga terbelah dua. Ada pula yang badannya
disisir dengan sisir besi hingga dagingnya terpisah dengan tulangnya. Keadaan
demikian tidak membuat mereka berpaling dari agama mereka. Demi Allah! Pasti
Allah akan menyempurnakan urusan ini hingga seseorang yang berkendaraan yang
berjalan dari Shan’a ke Hadhramaut tidak ada yang ditakuti melainkan Allah atau
takut pada serigala atas kambingnya. Tetapi kalian hendak bercepat-cepat saja
(tidak sabar).” (HR. al-Bukhari).
Apa yang dilakukan
orang-orang musyrik terhadap Rasulullah ﷺ, juga
dilakukan oleh cucu-cucu mereka di zaman kita sekarang terhadap kaum muslimin.
Oleh karena itu, hendaknya kita tetap berpegang pada agama ini. Meneladani
sikap Rasulullah ﷺ dalam menghadapinya. Allah ﷻ pasti
memenangkan agama ini, dengan atau tanpa kita. Tinggal kita, mau atau tidak
menjadi bagian proses kemenangan itu.
Pelajaran:
Pertama: Rasulullah ﷺ diejek dengan sebutan gila karena dakwahnya. Kalau kita
berpegang dengan ajaran Islam, kemudian diejek ‘sumbu pendek (pendek akal)’, ya
wajar. Bahkan itu belum apa-apa dibanding disebut gila. Mudah-mudahan Allah ﷻ beri kesabaran bagi umat Islam yang berpegang pada ajaran
agamanya.
Kedua: Orang yang baik, namun tidak
memperbaiki, akan disukai. Inilah keadaan Nabi ﷺ sebelum
diangkat menjadi Rasul. Beliau adalah orang yang baik. Orang-orang memuji dan
mencintainya. Beda halnya dengan orang yang baik dan melakukan perbaikan.
Orang-orang yang merasa tidak nyaman akan menyasarkan kebencian. Dan inilah
keadaan Nabi ﷺ setelah diangkan menjadi Rasul.
Ketiga: Pembela kebatilan tidak mudah
menyerah menentang kebenaran.
Keempat: Orang-orang yang menempuh
jalannya Rasulullah ﷺ, ia akan mengalami ujian yang beliau alami.
Kelima: Jangan menukar agama dengan
dunia, karena itu adalah kehinaan.
Keenam: Tidak terburu-buru menginginkan
dakwah diterima. Karena kewajiban seorang da’i adalah menyampaikan. Diterima
atau tidak, itu kehendak Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar